Perspektif Dunia 2012. Bagian IV (Krisis Kapitalisme Asia)

Kemanapun kapitalis mencari, mereka tidak menemukan solusi. Ilusi bahwa Asia dapat menyelamatkan mereka, dengan cepat menguap. Mereka dibangunkan oleh kenyataan bahwa Asia, kendati potensi produksinya yang besar, tidak akan dapat menggantikan hilangnya permintaan dan produksi di Eropa dan AS. Ini dicontohkan oleh Jepang, yang sudah berubah dari model negara yang tumbuh berkembang menjadi sebuah negara yang dijangkiti oleh stagnasi jangka panjang, pengangguran yang meningkat, dan kontradiksi sosial yang semakin besar.

Asia

Kemanapun kapitalis mencari, mereka tidak menemukan solusi. Ilusi bahwa Asia dapat menyelamatkan mereka, dengan cepat menguap. Mereka dibangunkan oleh kenyataan bahwa Asia, kendati potensi produksinya yang besar, tidak akan dapat menggantikan hilangnya permintaan dan produksi di Eropa dan AS. Ini dicontohkan oleh Jepang, yang sudah berubah dari model negara yang tumbuh berkembang menjadi sebuah negara yang dijangkiti oleh stagnasi jangka panjang, pengangguran yang meningkat, dan kontradiksi sosial yang semakin besar.

Pada tahun 1990-an, pemerintahan Jepang memperkenalkan serangkaian program-program stimulus dan juga terpaksa memberikan sejumlah bail-out kepada bank-bank, misalnya sebesar 500 milyar dolar pada tahun 1998. Oleh karenanya, dari anggaran surplus pada tahun 1991, negara ini lalu menderita defisit 4,3 persen pada tahun 1996 dan 10 persen pada tahun 1998. Pada tahun 1995, utangnya sebesar 90% GDP. Hari ini sebesar 225 persen GDP, dan ekonominya terpukul oleh gempa bumi baru-baru ini, walaupun ekonominya sudah melamban bahkan sebelumnya.

Dari pertumbuhan pertahun 10 persen pada tahun 1960-an, lalu 5 persen pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekarang akhirnya pertumbuhan Jepang hampir nol persen setelah krisis 1997. Pada periode yang sama, pengangguran naik dari 1,5 persen (1960-1975) sampai 2,5 persen

Pasar tenaga kerja di Jepang juga sangat tinggi tingkat pekerjaan kasualnya. Lebih dari 40 persen dari tenaga kerja Jepang adalah paruh-waktu. Banyak pekerja yang sekarang dipekerjakan dengan kontrak-kontrak jangka pendek. Sudah berlalu hari-hari di mana pekerjaan adalah untuk seumur hidup, yang merupakan elemen kunci yang memungkinkan  kestabilan sosial dan ekonomi untuk waktu yang panjang.

Sebagai konsekuensinya, rakyat mulai mengambil kesimpulan politik, terutama kaum muda. Ini telah meningkatkan jumlah demonstrasi dan juga semakin besarnya ketertarikan pada bacaan-bacaan kiri. Sebuah komik Jepang yang berdasarkan Kapital Marx adalah buku terlaris. Dan Partai Komunis Jepang yang beranggotakan 400 ribu lebih telah menarik ribuan kaum muda ke dalam barisannya.

Tiongkok

Sebelumnya, Tiongkok menyediakan ruang bernapas bagi perekonomian dunia yang sedang menghadapi stagnasi dan kemunduran. Tiongkok tidak dapat lagi memainkan peran ini. Ekonomi Tiongkok, walaupun masih mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, sekarang sedang menunjukkan tanda-tanda menurun. Ini dapat membawa implikasi sosial dan politik yang serius. Kaum Marxis memahami bahwa pertumbuhan cepat perekonomian China pada periode terakhir telah menguatkan kelas buruh. Klik penguasa Tiongkok menghindari ledakan sosial karena pertumbuhan kekuatan produksi yang berkesinambungan telah memberikan rakyat harapan untuk perbaikan masa depan. Tetapi sekarang semua kontradiksi ini dengan mencuat ke permukaan.

Setelah sebuah periode pertumbuhan yang panjang, Tiongkok telah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Setelah tiga kuartal berturut-turut (Januari hingga September 2011), pertumbuhan semakin melamban. Ini karena pemerintah, karena khawatir akan inflasi yang terus meningkat, membatasi peminjaman uang dan meningkatkan suku bunga. Masalahnya permintaan AS dan Eropa terhadap barang-barang Tiongkok telah melemah.

Masalah terutama adalah bahwa ekonomi-ekonomi Asia yang tumbuh-cepat harus menjual barang-barang mereka ke pasar dunia. Tiongkok masih memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Industri-industrinya masih menghasilkan barang-barang murah. Tetapi Tiongkok harus mengekspor untuk melanjutkan produksinya. Di mana pasar untuk barang-barang ini bila ekonomi AS dan Eropa sedang mundur?

Seperti yang dikatakan oleh John W. Schoen, Produser Senior msnbc.com pada September 2011:

“Pembuat kebijakan di Tiongkok, ekonomi ketiga terbesar di belakang AS dan EU, menghadapi pilihan-pilihan sulit. Tingkat pertumbuhan yang cepat telah menyebabkan inflasi dua digit, menurut para analis – jauh lebih tinggi dari target pemerintah. Untuk memerangi inflasi ini, Beijing telah menaikkan suku bunga lima kali dan meningkatkan syarat cadangan bank sembilan kali semenjak Oktober [2010]. Bila pemerintah ini menekan terlalu keras, pelambatan ekonomi yang dalam dapat memutarbalik usaha-usaha Tiongkok untuk mengangkat ratusan juta rakyatnya dari kemiskinan.”

”Tiongkok juga harus menghadapi masalah perbankannya sendiri, setelah bertahun-tahun pinjaman pemerintahan yang besar untuk ekspansi perusahaan-perusahaan milik negara dan peningkatan infrastruktur.”

” ’Ada sistem dua-tier di Tiongkok dan saya pikir peminjaman utang yang sedang terjadi dan persentase utang yang tidak berperforma sekarang ada di level yang mengkhawatirkan,’ ujar David McAlvany, chief executive McAlvany Financial Group, kepada CNBC. ”Pada akhirnya, (bank-bank Tiongkok) akan menemui masalah’. ” [Recession's second act would be worse than the first, http://bottomline.msnbc.msn.com/_news/2011/09/22/7900826-recessions-second-act-would-be-worse-than-the-first, By John W. Schoen, Senior Producer, September 22, 2011]

Pemerintahan Tiongkok telah menunjukkan bahwa mereka tidak memahami cakupan dari krisis yang meledak pada tahun 2008 di negara-negara kapitalis maju. Mereka melihatnya sebagai sebuah krisis yang akan segera berakhir dan mereka mengimplementasikan kebijakan mereka sesuai dengan harapan ini. Pada tahun 2008, mereka mengimplementasikan paket stimulus sebesar AS$586 milyar dengan tujuan menjaga ekonomi agar tidak tenggelam, dengan menciptakan permintaan internal yang lebih besar sementara pasar ekspor menyusut. Namun ini meningkat utang publik negara. Utang publik Tiongkok pada masa lalu meningkat dengan perlahan, dari nol persen GDP pada tahun 1978 sampai 7 persen pada tahun 1997, dan 20 persen pada tahun 2003. Tetapi akibat dari pengeluaran publik yang dilakukannya saat krisis kapitalis dunia, utang ini meningkat menjadi 37% GDP pada tahun 2010.

Seperti yang dilaporkan oleh The Global Post (8 Juli, 2011):

“Bank-bank Tiongkok telah melakukan peminjaman berlebihan seperti yang dilakukan oleh bank-bank Eropa. Minggu lalu, Beijing mengeluarkan laporan audit nasional yang menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah lokal berutang sebesar $1.65 milyar. Minggu ini, Moody’s mengatakan bahwa masalah ini jauh lebih buruh, sebesar $540 milar. Tetapi ini hanya utang pemerintahan lokal. Ini tidak termasuk surat-surat obligasi pemerintahan sentral yang besar, atau bank-bank yang dijamin oleh Beijing. Bahkan untuk ekonomi ajaib seperti Tiongkok, ini adalah utang yang besar.”

Di artikel yang sama, Victor Shih, seorang ahli ekonomi Tiongkok yang ada di Amerika, dalam menjawab pertanyaan ”Berapa banyak utang Tiongkok?”, menjelaskan seperti berikut:

“Ini tergantung pada apa yang kita ikutsertakan. Sebagian besar sektor-sektor ekonomi Tiongkok dimiliki oleh pemerintah. Utang dari perusahaan-perusahaan milik negara ini adalah apa yang disebut ‘contingent liability’ – pada akhirnya utang-utang mereka adalah tanggungjawab pemerintah. Bila kita ikutsertakan utang-utang ini, maka kita akan mendapatkan angka yang sangat besar, kira-kira 150 persen dari PDB Tiongkok atau lebih.”

“Definisi utang yang lebih sempit adalah utang dari pemerintah lokal atau pusat. Ini sekitar 80 persen dari GDP Tiongkok.”

Bagaimanapun kita ingin melihatnya, dengan meningkatkan pengeluaran publik besar-besaran, Tiongkok telah meningkatkan utang publiknya dengan sangat signifikan. Sampai sekarang, ia telah menyediakan stimulus dan menjaga tingkat pertumbuhan yang tinggi. Tetapi ini tidak akan bisa berlangsung selamanya. Utang Tiongkok masih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, AS, dan banyak negara Eropa lainnya. Tetapi utang ini sedang meningkat. Selama perekonomian Tiongkok terus tumbuh, pemerintahan Tiongkok dapat membiayai utang ini, tetapi bila ada perlambatan ekonomi yang signifikan maka semua kontradiksi ini akan muncul di permukaan.

Selain dari krisis finansial di masa depan yang dapat meledak di Tiongkok, ada juga kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi ini telah menghasilkan kesenjangan yang besar dan terus meningkat. Tiongkok yang “komunis” adalah salah satu negara dengan kesenjangan terbesar di muka bumi. Segelintir orang telah menjadi kaya tetapi kondisi jutaan buruh seperti mereka-mereka yang hidup di Inggris jamannya Charles Dickens. Ini telah menciptakan ketegangan-ketegangan yang tak tertahankan, yang terefleksikan di dalam meningkatnya jumlah buruh muda yang bunuh diri, pemogokan, dan pemberontakan kaum tani.

Tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak bisa dianggap sebagai jaminan untuk kestabilan sosial. Mesir tumbuh dengan rata-rata 5,5 persen semenjak tahun 2003, dan di sejumlah tahun tingkat pertumbuhannya lebih dari 7%. Tingkat pertumbuhan pesat ini berbarengan dengan gelombang pemogokan terbesar semenjak Perang Dunia II dan ini berakhir dengan revolusi. Ada sejumlah pelajaran dari ini untuk Tiongkok di masa depan. Pihak otoritas khawatir. Selama revolusi Mesir, badan sensor Tiongkok menghapus kata “Mesir” dari mesin-mesin pencari. Tiongkok telah membentuk polisi internet yang besar yang memonitor aktivitas online rakyatnya.

Mereka pikir bila mereka menghentikan orang-orang dari mencari tahu mengenai revolusi di negara-negara lain, mereka akan dapat menghentikan orang dari menarik kesimpulan-kesimpulan revolusioner mengenai situasi di Tiongkok. Tetapi masalahnya adalah apa yang akan menyebabkan pemberontakan revolusioner adalah kondisi hidup buruh dan tani Tiongkok. Dan tidak akan ada cukup polisi internet yang dapat menutupi ini dari rakyat Tiongkok.

Inflasi ada di atas 6 persen, yang cukup tinggi, tetapi inflasi harga makanan melebihi 13 persen. Belanja makanan menghabiskan lebih dari 1/3 pengeluaran konsumen Tiongkok. Kendati kebijakan-kebijakan pemerintah, inflasi tetap tinggi. Kebijakan-kebijakan seperti membatasi jumlah uang yang bisa dipinjamkan oleh bank dan meningkatkan suku bunga lima kali semenjak tahun 2010 tidak efektif.

Sebuah rejim totaliter adalah seperti pemasak tekanan (pressure cooker) yang katup pengamannya ditutup. Pemasak ini dapat tiba-tiba meledak, tanpa peringatan. Walaupun sulit mendapat informasi yang akurat, laporan-laporan yang terbit mengindikasikan bahwa gejolak-gejolak di Tiongkok menjadi lebih sering. Setiap tahun Tiongkok mengalami puluhan ribu pemogokan, protes kaum tani, dan kekacauan-kekacauan publik lainnya, yang seringkali berhubungan dengan kemarahan terhadap korupsi, penindasan dari pemerintah, dan penyerobotan tanah secara ilegal untuk perkembangan.

Harga bahan makanan adalah hal yang terutama mengkhawatirkan bagi pemerintahan Tiongkok, karena ini berimbas langsung terhadap jutaan buruh dan tani. Para pemimpin partai “komunis” takut kalau ini akan menciptakan gejolak sosial karena harga barang yang tinggi. Bentrokan-bentrokan tajam pasti akan muncul ke permukaan antara strata penguasa ekonomi dan politik dengan massa.

Krisis ekonomi global telah menyebabkan menurunnya laba dan investasi, sebuah situasi yang diperparah dengan kredit yang mengering. Ini memaksa banyak pabrik mencari kredit-kredit gelap yang bunganya sangat tinggi. Mereka menghadapi pilihan antara membayar bunga yang tinggi ini atau memotong gaji. Mereka harus memotong gaji atau bahkan tidak bisa membayar gaji sama sekali.

Pada November 2011, gubernur Guangdong mengatakan bahwa ekspor propinsi ini jatuh 9 persen pada bulan Oktober dibandingkan tahun sebelumnya. Para pemimpin propinsi juga sedang menghadapi protes-protes kaum tani yang meluas yang memprotes penyitaan tanah mereka. Pabrik-pabrik juga memotong jam lembur yang diandalkan oleh para buruh untuk menambahi gaji dasar mereka yang rendah. Di Shenzen dan Dongguan, dua pusat ekspor di propinsi Guangdong, telah kita saksikan pemogokan-pemogokan dan demo-demo di pabrik-pabrik mobil, sepatu, dan komputer.

Akademi Ilmu Sosial Tiongkok memperkirakan ada lebih dari 90 ribu “insiden massa” pada tahun 2005, dengan peningkatan pada dua tahun selanjutnya. Kelas penguasa sedang bersiap-siap untuk menghadapi gejolak dalam skala yang lebih besar. Tiongkok telah meningkatkan anggara keamanan mereka sebesar 13,8 persen pada tahun 2011, atau 624.4 milyar yuan. Untuk pertama kalinya di dalam sejarah, Tiongkok sekarang menghabiskan lebih banyak anggaran untuk ketertiban internal dibandingkan dengan pertahanan.

Ini mengindikasikan bahwa mereka sadar akan bahaya di mana kekecewaan-kekecewaan pada akhirnya akan meledak seperti ledakan yang menyapu rejim di Tunisia dan Mesir. Perkembangan-perkembangan yang meledak-ledak di Tiongkok dapat terjadi pada saat yang tak terduga. Kita harus siap.

India

Total populasi di India adaah 1.2 milyar pada tahun 2010, meningkat dari 434.0 juta pada tahun 1960, meningkat 178 persen selama 50 tahun terakhir. 17.54% populasi dunia ada di India, yang berarti 1 dari 6 orang di muka bumi tinggal di India. Bersama-sama dengan Tiongkok, India ditakdirkan memaikan peran yang menentukan dalam masa depan Asia dan dunia.

India, seperti Brasil dan India, meraih tingkat pertumbuhan tinggi karena boom perdagangan dunia. Tetapi ini tidak menyelesaikan satupun masalah dalam masyarakat India. Ini telah meningkatkan kesenjangan, dengan elit-elit semakin kaya sementara massa terus berada dalam kemiskinan yang menyedihkan.

Pada dekade terakhir, sekitar 159 juta orang memasuki populasi umur kerja, tetapi hanya 65 juta dari mereka yang mendapatkan pekerjaan. Produksi dan konsumsi makanan per kapita telah menurun untuk jangka menengah, dan kekurangan gizi di sana hampir sama seperti di Afrika Sub-Sahara. Hampir setengah dari anak-anak balita menderita kekurangan gizi yang akut, sepertiga dari orang dewasa menderita kekurangan enerji yang kronik. Indeks baru “kemiskinan multi-dimensional” (yang mengikutsertakan kekurangan gizi, mortalitas anak-anak, sekolah, listrik, sanitasi, air minum, lantai rumah, minyak masak, dan aset) menunjukkan bahwa ada lebih banyak orang miskin di delapan negara bagian India dibandingkan di seluruh Afrika Sub-Sahara.

Beginilah India setelah dua dekade “reforma-reforma ekonomi”, yang dikumandangkan sebagai modernisasi India dan mengubahnya menjadi ekonomi “harimau”. Akibat dari 20 tahun membuka perekonomian untuk penetrasi imperialis, hari ini 100 orang terkaya di India memiliki aset sebesar seperempat GDP negara tersebut, sementara lebih dari 80 persen rakyatnya hidup dengan pendapatan kurang dari 50 sen dolar sehari. Lebih dari 250 ribu petani, yang terdorong ke keputusasaan akibat lingkaran kemiskinan dan utang yang kejam, telah melakukan bunuh diri. Kesenjangan yang mencolok mata ini disebut “progres” oleh para pendukung pasar bebas. Dan hari ini krisis dunia telah mempengaruhi India.

Mata uang Rupee telah jatuh ke rekor terendah. Pada paruh kedua tahun 2011, ia jatuh 15%, dan penurunan ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jatuhnya Rupee meningkatkan harga import bahan-bahan baku komponen, dan mesin-mesin bagi perusahaan-perusahaan India. Bila ini terus jatuh, maka ini akan meningkatkan inflasi, terutama dalam bahan bakar minyak yang 80 persen diimpor. Reserve Bank of India (RBI) meningkatkan suku bunga 12 kali semenjak Maret 2010, dari 4.75% sampai lebih dari 8 persen. Inflasi pada bulan Juli 2011 adalah 9.22 persen, yang jauh di atas target RBI sekitar 4 sampai 4.5 persen. Harga-harga makanan bahkan naik lebih cepat. 40 persen terbawah di India menghabiskan 65 persen dari pendapatan mereka untuk makan sehari-hari. Dengan harga makanan yang terus naik, mereka akan menghadapi malnutrisi atau bahkan kelaparan.

Kombinasi jatuhnya permintaan dunia, meningkatnya inflasi dan suku bunga yang semakin tinggi akan membahayakan ekspansi ekonomi India yang sering dipuji ini. Ini akan terefleksikan dalam kenaikan tingkat pengangguran dan turunnya taraf hidup. Jutaan orang akan menganggur, menjadi setengah penganggur, menjual makanan di pinggir jalan atau menjadi lapar.

Di berbagai daerah di India sudah ada gelombang demo-demo buruh, seperti pemogokan di pabrik Comstra Automotive Technologies di Maraimalai Nagar di Tamil Mandu, pemogokan 2500 buruh Bosch di Mumbai, dan pemogokan liar buruh pelabuhan Chennai untuk memprotes kematian rekannya dalam sebuah kecelakaan. Para buruh meraih kemenangan penting setelah dua minggu pemogokan yang panjang dan pahit di pabrik Maruti Suzuki di Manesar mengenai masalah pengakuan serikat buruh.

Partai-partai yang ada tidak memiliki solusi apapun. Akan ada pemilihan daerah pada tahun 2012 di Uttar, Pradesh, Gujarat, Punjab, Manipur, Uttarakhand dan Goa. Pemerintah Kongres dihadapi dengan kekalahan, tetapi BJP juga tidak popular. Partai Komunis, di mata banyak buruh dan kaum muda, telah kehilangan muka karena kebijakan-kebijakan reformis dan kolaborasi kelas mereka.

Keputusasaan massa ini ditunjukkan dengan menyebarkan insurgensi-insurgensi Maois, yang sekarang aktif di banyak Negara bagian. Pada tahun 2010, ada banyak serangan besar oleh kaum Maois, termasuk sebuah serangan terhadap kereta api yang membunuh lebih dari 150 orang sipil, serangan lainnya yang membunuh 26 polisi, dan lusinan serangan lainnya yang membunuh sejumlah pihak keamanan dan juga orang sipil. Serangan-serangan Maois ini terus berlanjut pada tahun 2011, termasuk pembunuhan 10 pejabat polisi di negara bagian Chhattisgarh. Kendati represi militer, penangkapan-penangkapan, penyiksaan-penyiksaan, dan pembunuhan, tidak ada progres sama sekali dalam menghentikan serangan-serangan Maois ini.

India bukanlah satu-satunya negara Asia yang ekonominya melamban. Delapan dari sepuluh mata-uang Asia yang paling sering diperdagangkan mengalami penurunan pada tahun 2011, dan ini merefleksikan ketergantungan mereka terhadap ekspor ke AS dan Eropa. Di tiap-tiap negara Asia, perspektifnya adalah pertumbuhan yang melambat, pengangguran yang semakin meningkat, jatuhnya taraf hidup, dan menajamnya perjuangan kelas.

Pakistan

Setelah lebih dari enam dekade kemerdekaan formal, kaum borjuis Pakistan yang busuk telah menunjukkan ketidakmampuannya dalam memainkan peran progresif. Posisi Pakistan jauh lebih buruk dibandingkan India. Adalah sungguh sebuah bencana disana.

Menurut Kementerian Keuangan, selama Juli-Agustus tahun 2011, investasi asing dari negara-negara maju turun sebesar 83 persen dan negara ini hanya menerima investasi asing sebesar $50,1 juta. Ini jatuh sebesar $241.8 juta.

Perbedaan perdagangan internasional Pakistan meningkat 31,38 persen dalam 4 bulan pertama tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya, karena peningkatan impor dan jatuhnya ekspor. Akibatnya, defisit perdagangan mencapai $6,9 milyar pada July-Oktober 2011, meningkat dari $5,2 dibandingkan periode sebelumnya. Defisit anggaran juga membesar ke $1,2 milyar pada periode July-September 2011, dibandingkan $597 pada periode sebelumnya.

Total utang negara adalah 66,4 persen GDP. Menurut Bank Sentral, total utang Pakistan pada anggaran 2011-2012 – yang termasuk utang domestik, internal, dan BUMN-BUMN – adalah sebesar 12 trilyun Rupee atau $139,5 milyar.

Menurut angka resmi, pada tahun 2015 populasi Pakistan akan mencapai 191 juta, meningkat dari jumlah hari ini sekitar 170 juta. Ini membuat Pakistan menjadi negara berpopulasi terbesar keenam di dunia. Setiap rakyat Pakistan, pria, wanita, dan anak-anak, mengutang sebesar Rs61.000 sementara pemerintahan Pakistan terus meminjam. Tidak lama Pakistan tidak akan bisa membayar utang eksternal mereka yang sebesar $60 milyar. Untuk mencegah kebangkrutan, pemerintahan Pakistan harus mencetak uang, yang akan menyebabkan inflasi.

Menurut Indeks Legatum Prosperity 2011, hanya Ethiopia, Zimbabwe, dan Republik Afrika Tengah yang lebih parah daripada Pakistan. “Sub-Indeks Keamanan” menunjukkan bahwa hanya Sudah yang lebih parah daripada Pakistan. “Sub-Indeks Pendidikan” mereka menunjukkan bahwa hanya Republik Afrika Tengah, Mali, Sudan, Etiopia, dan Nigeria yang lebih parah daripada Pakistan. Menurut Indeks Negara Gagal 2011, bahkan negara seperti Rwanda, Burundi, Etiopia, dan Myanmar sekarang lebih baik daripada Pakistan.

Empat dari 10 rakyat Pakistan telah jatuh di bawah garis kemiskinan. Sekitar 47,1 juta rakyat Pakistan hidup di bawah kemiskinan parah. Selama tiga tahun terakhir, sekitar 25 ribu rakyat Pakistan setiap harinya jatuh ke dalam kemiskinan parah.

Tingkat gizi buruk tinggi dan terus meningkat, dan terhubungkan dengan 50 persen kematian bayi dan anak-anak. Hanya ada satu dokter untuk setiap 1183 orang. Tingkat kemampuan baca-tulis Pakistan adalah 57 persen, yang termasuk terendah di dunia. Pakistan ada di urutan 142 dari 163 negara dalam anggaran pendidikannya.

Washington membutuhkan dukungan Pakistan untuk perangnnya di Afghanista. Tetapi ia tidak mempercayai para pemimpin politik maupun militer Pakistan. AS telah mendorong tentara Pakistan ke dalam peperangan di daerah-daerah perbatasan, tetapi ia tidak pernah punya kendali penuh terhadap pemerintahan Pakistan. AS mengirim pesawat-pesawat tanpa-awak ke daerah-daerah tribal di Pakistan, dan membunuh banyak rakyat sipil yang tidak ada sangkutpautnya dengan teroris. AS tidak mengabari pemerintahan Pakistan atau tentara Pakistan dalam penyerangannya yang membunuh Bin Laden. Pendeknya, AS memperlakukan Pakistan dan pemerintahannya dengan kesombongan imperialis yang sama seperti Inggris terhadap India-Pakistan pada masa Raj.

Keterlibatan Pakistan di Afghanistan telah menghancurkan kestabilan politik di sana. Pemerintahan ini sangat terpecah belah dan dipenuhi dengan korupsi, perdagangan obat-obatan, dan konflik-konflik tajam antara berbagai seksi angkatan bersenjata dan ISI (intel). Pembunuhan Bin Laden oleh Amerika di teritori Pakistan membawa semua konflik ini ke permukaan.

Zardari adalah boneka Amerika yang penurut, tetapi dia harus sangat berhati-hati untuk terus berkuasa. Pemerintahan PPP, yang korup dan kotor, sangatlah tidak stabil. Zardari mencoba menyeimbangkan berbagai elemen di dalam aparatus negara dan imperialisme AS. Ia dibenci oleh rakyat, tetapi rakyat tidak punya alternatif lain. Militer, yang dulunya pasti akan intervensi, hari ini terpecah belah dan tidak berani merebut kekuasaan. Kombinasi yang unik inilah mengapa situasi hari ini terus berkepanjangan. Seberapa lama ini bisa terus berlangsung adalah satu hal yang lain.

Ketidakstabilan sosial yang ekstrim ini merefleksikan kekecewaan yang terus tumbuh, yang sedang membara di bawah permukaan. Ini adalah kesempatan bagi Tendensi Marxis, yang kendati kesulitan-kesulitan objektif yang teramat besar, terus tumbuh dalam jumlah dan pengaruh. Situasi hari ini sangatlah eksplosif dan dapat berubah dengan segera. 1968 yang baru sedang dipersiapkan. Ini akan menghadirkan tantangan-tantangan besar bagi organisasi kita, tetapi juga peluang-peluang besar.

Afghanistan

Sepuluh tahun okupasi Amerika di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa, kecuali membuat seluruh wilayah tersebut tidak stabil. Dan apa yang telah dicapainya? Tujuan aslinya adalah untuk membuat Asia Selatan-Tengah menjadi daerah di bawah pengaruh Amerika. Alih-alih, mereka telah menciptakan situasi yang kacau tidak hanya di Afghanistan, tetapi juga di Pakistan.

Ini telah menyeret semua negara-negara tetangga: Pakista, India, Tiongkok, Rusia dan Iran. Semua mengintrik, bermanuver, dan saling berkonspirasi untuk mengambil alih Afghanistan setelah Amerika pergi. Dalam pernyataan Obama baru-baru ini mengenai perang, ia mempresentasikan Afghanistan sebagai sebuah kemenangan. Pada kenyataannya, Amerika terjebak di dalam sebuah konflik yang tidak dapat mereka menangkan.

Setelah Amerika mundur dari Afghanistan, Washington mengharapkan semacam kestabilan militer dan ekonomi, agar solusi politik dapat tercapai. Tetapi ini hanya mimpi utopis.

Pada 1 November 2011, President Hamid Karzai berterima kasih kepada Jendral Stanley McChrystal, mantan komandan pasukan NATO di Afghanistan, untuk misi yang dia sebut sebagai jujur dan berani, dan atas semua usahanya. Karzai tahu bahwa setelah tentara AS pergi maka hari-harinya akan berakhir. Tetapi pada saat yang sama dia mencoba mendapatkan dukungan AS, dia juga diam-diam bernegosiasi dengan Taliban dan Iran.

Walaupun AS akan terpaksa meninggalkan Afghanistan seperti anjing yang kalah, mereka harus mempertahankan keberadaan militer yang cukup untuk mendukung rejim Kabul dan mencegah kembalinya Taliban. AS juga ingin mempertahankan kemampuan mereka untuk menghantam basis-basis teroris di kedua sisi perbatasan. Ini akan semakin membuat tidak stabil Afghanistan dan Pakistan. Peristiwa-peristiwa di Pakistan dan India pada akhirnya akan mempengaruhi situasi di Afghanistan. Negara-negara ini saling tergantung.

Seluruh Asia Tengah telah menjadi tidak stabil setelah runtuhnya Uni Soviet dan intervensi AS di Afghanistan. Gejolak besar di daerah ini ditunjukkan oleh pemberontakan popular di Turkmenistan dan juga gelombang pemogokan di Kazakhstan, yang menunjukkan potensi revolusioner kaum proletariat bahkan di dalam situasi yang paling sulit. Terutama, nasib seluruh wilayah ini akan ditentukan oleh perspektif revolusi di Iran dan Tiongkok.