Leon Trotsky, Sosok dan Ide-idenya

Hari ini menandai 72 tahun aksi pembunuhan yang dilakukan terhadap Leon Trotsky. Seorang agen Stalinis yang pengecut menikam kepalanya dengan kapak es. Trotsky jatuh koma. Ia meninggal dunia pada keesokan harinya, 21 Agustus 1940.

Serangan itu tidak terlalu mengejutkan. Sejak Trotsky tiba di Meksiko, pers Stalinis sibuk memfitnah Sang Pak Tua. Mereka melakukan itu sebagai persiapan untuk membunuhnya. Pada saat yang sama, Moskow menggelar sebuah kampanye internasional yang masif untuk mengganyang Trotsky, menyusupi gerakan, dan mempersiapkan kematiannya. Semua di bawah perintah Stalin.

Usai Perang Sipil Spanyol, agen-agen Stalinis NKVD dikirim ke Meksiko untuk melaksanakan rencana itu. Serangan pertama terjadi pada Mei 1940. Kamar tidur Trotsky diberondong peluru. Robert Sheldon Harte, sekretaris sekaligus pengawalnya, diculik dan dibunuh. Belakangan mayat Sheldon ditemukan di sebuah sumur. Stalin sudah kalap dalam upayanya melenyapkan Trotsky, salah seorang dari segelintir Bolshevik Tua yang masih hidup. Stalin telah membunuh Bolshevik Tua lainnya semasa Pengadilan Pembersihan 1936-38. Pengadilan-pengadilan rekayasa itu memaksa para terdakwa untuk mengakui keterlibatan mereka dalam kebohongan-kebohongan dan teror-teror yang katanya  diorganisir oleh Trotsky. Kekejian yang menghebohkan itu menciptakan sungai darah yang membedakan konter-revolusi Stalinisme dengan Bolshevisme yang sejati.

Stalin tahu bahwa ia telah mengkhianati Revolusi Oktober. Ia juga tahu bahwa ia harus melenyapkan orang-orang yang membela dan mewujudkan idea-idea Bolshevisme dan revolusi dunia. Pertama dan terutama ia membidik Leon Trotsky, yang telah diasingkan sekitar sebelas tahun sebelumnya. Sekarang, semua sumber daya negara Rusia dikerahkan untuk melenyapkan mencabut nyawa Trotsky. Belum lama berselang, Stalin telah membunuh beberapa rekan sejawat Trotsky, tujuh orang sekretarisnya, dan empat orang anak-anaknya. Terakhir, ia membunuh Leon Sedov, putera Trotsky, di 1938.

Trotsky adalah seorang revolusioner dan teoretikus terkemuka. Sedari 1904, ia telah memaparkan teori Revolusi Permanen. Dalam praktik, kebenaran teori tersebut dikukuhkan oleh Revolusi Oktober 1917. Trotsky telah mengisi seluruh hidupnya dalam gerakan revolusioner. Ia memimpin Soviet Petrograd pada 1905. Bersama Lenin ia memimpin Revolusi Oktober pada 1917. Ia membangun Tentara Merah dari nol. Ia turut mendirikan Internasional III. Kemudian, karena perjuangannya melawan birokrasi Stalinis, Trotsky tersingkir dari kekuasaan. Stalin mengasingkannya.

Dari Alma Ata, sendirian Trotsky berjuang demi menegakkan Marxisme yang sejati. Ia mendirikan Oposisi Kiri Internasional. Padahal, kamerad-kamerad Bolshevik-nya yang lain telah menyerah kepada Stalin.  Trotsky menganalisis Stalinisme sebagai suatu bentuk Bonapartisme yang didasarkan pada perekonomian terencana yang dinasionalisasikan. Stalinisme adalah sebuah reaksi Thermidorian. Reaksi ini muncul dari keterisolasian sebuah revolusi. Revolusi Rusia terisolasi, terpencil, atau terkurung di sebuah negeri terbelakang. Keterpencilan itu mendorong pertumbuhan yang masif sebuah birokrasi di dalam partai dan negara. Stalin adalah sosok utama dari reaksi politik terhadap Revolusi Oktober. Reaksi itu berusaha mencampakkan warisan yang sesungguhnya dari Revolusi Oktober serta mewujudkan idea yang anti-Marxis, “Sosialisme di dalam Satu Negeri.”

Pertarungan antara Oposisi Kiri Internasional dan Stalinisme adalah sebuah pertarungan sampai mati. Semasa Pembersihan yang berlangsung dalam kurun waktu 1930-an, 18 juta orang ditahan dengan tuduhan yang direkayasa (“musuh-musuh rakyat”). Mereka dikirim ke kamp-kamp kerja paksa di kawasan-kawasan yang berlingkungan kejam dan ekstrem. Sekitar 5 juta orang di antara mereka mati, entah karena kelaparan, wabah penyakit, atau dibedil regu tembak. Dalam dua tahun semenjak kongres partai yang ketujuh (1934), 110 dari 139 anggota yang terpilih untuk komite sentral telah ditahan. Tentara Merah dipermak habis-habisan: 13 dari 19 komandan korps tentara, 110 dari 135 komandan divisi dan brigade, separuh dari komandan resimen, dan sebagian terbesar komisaris politik telah dieksekusi. Pada 1938, Partai Komunis Polandia secara resmi dibubarkan dengan dalih telah menjadi selubung kontra-spionase.

Leopold Trepper, eks pemimpin kaum Komunis yang bekerja di wilayah musuh (“Red Orchestra”) memaparkan kenangannya,

“Kamerad tua kita dari partai Polandia, Schwarzbart, salah seorang sekretaris dari distrik otonom Yahudi Birobidzhan, berdiri di hadapan para jaksa penuntut umum.”

“Ia dijebloskan ke penjara. Di sana ia nyaris buta. Suatu pagi saat fajar menyingsing, ia dibawa ke tanah lapang dan diperhadapkan kepada sebuah regu tembak. Sebelum mati, ia menyerukan kepercayaannya terhadap revolusi. Tatkala peluru-peluru membaringkan komunis tua yang militant itu di dalam debu, dari sel-sel tahanan membahanalah suara yang dengan nyaring menyanyikan lagu Internasionale.”

Trepper berkata, “Semua yang tidak bangkit melawan mesin Stalinis bertanggungjawab, secara kolektif bertanggungjawab. Saya tidak dikecualikan dari vonis ini.”

Namun, ia melanjutkan:

“Tapi, siapakah yang melakukan protes pada saat itu? Siapakah yang bangkit dan menyuarakan perlawanan terhadap kebiadabannya?”

“Kaum Trotskyis dapat mengklaim kehormatan ini.  Mengikuti contoh pemimpin mereka, yang karena keteguhan hatinya diganjar dengan ujung sebuah kapak es, mereka memerangi Stalinisme sampai mati. Hanya merekalah yang telah melakukannya. Pada saat Pembersihan besar-besaran, mereka hanya bisa mengumandangkan pemberontakan mereka di tanah-tanah buangan ke mana mereka telah digiring untuk dimusnahkan. Di kamp-kamp kerja paksa, perilaku mereka mengagumkan. Tapi suara-suara mereka lenyap di padang tundra.”

“Sekarang ini, kaum Trotskyis mempunyai hak untuk menuduh mereka yang pernah melolong bersama para serigala. Namun, biarlah mereka tidak lupa bahwa mereka memiliki keunggulan yang luar biasa terhadap kami, dengan memiliki suatu sistem politik yang koheren yang dapat menggantikan Stalinisme. Mereka mempunyai sesuatu untuk dijadikan pegangan di tengah kesulitan luar biasa yang mereka hadapi saat melihat Revolusi dikhianati. Mereka tidak “mengaku”, karena mereka tahu bahwa pengakuan mereka tidak akan melayani partai dan sosialisme.” (The Great Game, pp.55-56)

Pada Januari 1937, yakni saat pengadilan yang baru terhadap Radek, Pyatakov, dan lain-lainnya diumumkan, Trotsky menandaskan:

“Bagaimana mungkin para Bolshevik Tua itu, yang mengalami pemenjaraan-pemenjaraan dan pengasingan-pengasingan yang dilakukan pihak Tsar, yang merupakan pahlawan-pahlawan perang sipil,  pemimpin-pemimpin industri, pembangun-pembangun partai, diplomat-diplomat, pada momen ‘kemenangan sosialisme seutuhnya’ beralih menjadi penyabot-penyabot, sekutu-sekutu fasisme, organisator-organisator spionase, agen-agen restorasi kapitalis? Siapakah yang bisa mempercayai tuduhan-tuduhan itu? Bagaimana mungkin ada orang yang bisa mempercayainya? Dan mengapa Stalin harus melilitkan takdir kekuasaan pribadinya pada pengadilan-pengadilan yang mahajahat, mustahil, dan mengerikan itu?”

“Pertama dan terutama, saya harus mengemukakan kesimpulan yang sebelumnya saya buat bahwa para pemimpin puncak itu mendapati diri mereka semakin goyah. Tingkat represi selalu berbanding lurus dengan besarnya ancaman. Kemahakuasaan birokrasi Soviet, privilese-privilesenya, cara hidupnya yang mewah, tidak bisa ditutup-tutupi dengan tradisi, ideologi, atau bentuk-bentuk legal manapun. Birokrasi Soviet adalah suatu kasta orang-orang congkak yang gemetar karena kekuasaan dan pendapatan mereka sedang dicekam oleh ketakutan terhadap massa rakyat; mereka siap menjatuhkan hukuman dengan pedang dan api tidak hanya pada setiap gugatan terhadap hak-hak mereka, tapi bahkan pada keraguan yang paling kecil sekalipun terhadap status mereka yang konon tidak bisa salah itu. Stalin adalah perwujudan dari perasaan-perasaan dan suasana-suasana hati dari kasta penguasa itu: di sanalah letak kekuatan sekaligus kelemahannya.” (Writings, 1936-37, p.121)

Kemudian ia menggambarkan rekayasa Pengadilan Moskow sebagai “kejahatan politik yang paling besar dalam epos kita, bahkan dalam segala epos.”

Di Meksiko, pada 1937, sebuah Komite Penyelidikan Internasional didirikan untuk mengkaji Pengadilan Moskow. Penyelidikan ini mengkaji semua dokumen, pernyataan-pernyataan, dan bukti-bukti, termasuk yang berasal dari Trotsky. Setelah mengkaji fakta-fakta secara ketat, Komite tersebut menyatakan bahwa Pengadilan Moscow merupakan sebuah rekayasa, dan bahwa Trotsky dan puteranya tidak bersalah atas tuduhan-tuduhan yang dikenakan kepada mereka.

Trotsky dihalau dari satu negeri ke negeri yang lain. Pemerintah di negeri-negeri itu menutup pintu bagi dirinya. Hanya di Meksiko yang republikan ia memperoleh tempat pengungsian. Tapi di negeri itu jugalah ia dikepung oleh agen-agen musuh, yakni orang-orang yang dilatih untuk melakukan perintah-perintah Stalin. Namun, dari situ pulalah Trotsky bekerja dan terus bekerja untuk membangun kembali kekuatan-kekuatan Marxisme yang sejati. Dari situ ia meletakkan dasar untuk sebuah Internasional yang baru.

Pada bulan Agustus 1936, setelah menyelesaikan analisisnya yang brilian tentang Stalinisme dalam The Revolution Betraye”d (Revolusi yang Dikhianati), dan dimulainya pengadilan rekayasa terhadap Zinoviev dan Kamenev, Trotsky menandaskan perlunya melestarikan warisan kita. Katanya,

Epos-epos reaksioner seperti epos kita tidak hanya memecahbelah dan melemahkan klas buruh dan pelopornya, tapi juga menurunkan level ideologis gerakan dan melemparkan pemikiran politik ke belakang, ke tahapan-tahapan yang sudah lama dilewati. Dalam kondisi-kondisi ini, tugas pelopor yang paling utama adalah tidak membiarkan diri terbawa arus balik. Ia harus berenang melawan arus. Bila relasi yang tidak menguntungkan dari kekuatan-kekuatan yang ada mencegahnya sehingga ia tidak bisa mempertahankan posisi-posisi yang telah dimeaknangkannya,  setidaknya ia harus mempertahankan posisi-posisi ideologisnya. Sebab pada posisi-posisi ideologi inilah terekspresikan pengalaman masa lalu yang sangat berharga. Orang-orang yang pandir akan menganggap kebijakan ini “sektarian.” Namun sesungguhnya ini merupakan cara satu-satunya untuk mempersiapkan suatu gelombang dahsyat yang baru, yang akan maju bersama dengan pasang naik yang akan datang.

Secara tak terelakkan, kekalahan-kekalahan politik yang besar telah memicu dilakukannya pertimbangan ulang terhadap gagasan-gagasan. Pada umumnya itu terjadi dalam dua arah. Di satu pihak kepeloporan yang sejati, yang diperkaya oleh pengalaman kekalahan, dengan gigih mempertahankan warisan pemikiran revolusioner. Di atas dasar ini ia berupaya mendidik kader-kader baru untuk perjuangan-perjuangan massa yang akan datang. Di lalin pihak, para rutinis, kaum sentris,  kaum dilettante (orang-orang dangkal), yang tercekam oleh kekalahan, berusaha sebisa mungkin untuk menghancurkan otoritas tradisi revolusioner dan melangkah mundur dalam pencarian mereka akan sebuah “Gagasan Baru” (Trotsky, Stalinism and Bolshevism).

Jelas, perjuangan Trotsky adalah suatu upaya untuk membela atau mempertahankan warisan revolusioner kita. Berjuang melawan arus, ia dengan sadar mendidik dan mempersiapkan kader baru bagi revolusi masa depan. Segenap waktu dan enerjinya dibaktikan demi tujuan fundamental ini. Dengan merosotnya Internasional II yang reformis dan Komintern yang Stalinis, soal membangun sebuah Internasional yang baru, di tengah kesulitan-kesulitan yang ekstrem, menjadi sangat-sangat penting. Bagi Trotsky, ini merupakan sebuah pertarungan dengan waktu.

Dalam tulisannya, Diary in Exile, yang ditulis pada 1935, ia menjelaskan:

Dan saya masih berpikir bahwa pekerjaan yang sekarang saya geluti, kendati sangat tidak memadai dan fragmentaris, adalah pekerjaan yang paling penting dalam hidup saya – lebih penting daripada 1917, lebih penting daripada periode Perang Sipil atau yang lain-lainnya…

Karena itu saya tidak bisa mengatakan bahwa pekerjaan saya “tak tergantikan”, bahkan pekerjaan dalam kurun waktu 1917-1921. Tapi sekarang pekerjaan saya “tak tergantikan” dalam artian yang sepenuhnya dari kata itu. Tidak ada kecongkakan sama sekali dalam klaim ini. Keruntuhan dua Internasional telah mengedepankan suatu persoalan, di mana tidak seorang pun dari para pemimpin Internasional-Internasional ini diperlengkapi untuk menyelesaikannya. Perubahan-perubahan nasib pribadi saya telah mengkonfrontir saya dengan problem ini dan mempersenjatai saya dengan pengalaman yang penting untuk menghadapinya. Sekarang tidak ada seorang pun kecuali saya yang harus melaksanakan misi mempersenjatai suatu generasi baru dengan metode revolusioner di atas kepala-kepala para pemimpin Internasional II dan Internasional III. Dan saya sepenuhnya setuju dengan Lenin (atau mungkin Turgenev) bahwa keburukan yang paling buruk adalah berusia lebih dari 55 tahun! Setidaknya saya membutuhkan waktu sekitar lima tahun lagi untuk bekerja tanpa terputus guna memastikan kesinambungan perjuangan.”

Kenyataannya, Trotsky hanya punya waktu lima tahun sebelum kematiannya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Stalin berniat melenyapkan dirinya. Stalin sangat-sangat menyesali keputusannya untuk mendeportasi Trotsky jauh dari jangkauannya. Tapi tahun-tahun terakhir hidup dan karya Trotsky berlimpah-ruah dengan artikel, surat, dan nasihat kepada kekuatan-kekuatan muda Trotskyisme. Dalam tahun-tahun itu pulalah Internasional IV didirikan. Inilah tahun-tahun yang paling kaya, sebagaimana bisa kita lihat dari tulisan-tulisannya yang tak ternilai harganya.

Menyusul kematian tragis Trotsky, Internasional IV runtuh. Sebabnya adalah kepemimpinan tidak memadai, yang membuat kesalahan demi kesalahan dan terkonsumsi oleh politik prestise. Seperti Marx, Trotsky telah menabur naga, namun menuai kutu. Namun, tugas untuk membangun kembali gerakan tidaklah pupus sama sekali. Sekarang, International Marxist Tendency (IMT) sedang melaksanakannya. Berdasarkan gagasan-gagasan sejati Trotsky dan kaum Marxis besar lainnya, kita akan menyelesaikan tugas yang diwasiatkan oleh Sang Pak Tua.

Mengenang peristiwa pembunuhan terhadap Trotsky, mari kita memperbarui kepercayaan kita terhadap klas buruh dunia dan gagasan-gagasan revolusioner Marxisme. Sekarang, revolusi dunia sudah tercantum lagi di dalam agenda. Karena itu kita bangga berdiri di atas bahu para raksasa. Kita berpegang pada perkataan yang tersurat dalam Wasiat terakhir Trotsky:

"Saya dapat melihat garis hijau yang cerah dari rumput di bawah tembok, langit biru yang jernih di atas tembok, dan cahaya matahari di mana-mana. Hidup itu indah. Biarlah generasi-generasi masa depan membersihkannya dari segala kejahatan, penindasan, dan kekotoran, serta menikmatinya sepenuhnya.” ***

Senin, 20 Agustus 2012.