Reason in Revolt: Bab 8. Panah Waktu

Indonesian translation of The Arrow of Time, a chapter from Reason in Revolt

Hukum Kedua Termodinamika

"This is the way the world ends
Not with a bang but a whimper."

"Beginilah caranya dunia ini berakhir
Bukan dengan ledakan tapi dengan isakan."

(T. S. Elliot)

Termodinamika adalah satu cabang fisika teoritik yang berkaitan dengan hukum-hukum pergerakan panas, dan perubahan dari panas menjadi bentuk-bentuk enerji yang lain. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani therme ("panas") dan dynamis ("gaya"). Cabang ilmu ini didasarkan pada dua prinsip dasar yang aslinya diturunkan dari eksperimen, tapi kini dianggap sebagai aksiom. Prinsip pertama adalah hukum kekekalan enerji, yang mengambil bentuk hukum kesetaraan panas dan kerja. Prinsip yang kedua menyatakan bahwa panas itu sendiri tidak dapat mengalir dari benda yang lebih dingin ke benda yang lebih panas tanpa adanya perubahan di kedua benda tersebut.

Ilmu termodinamika adalah hasil dari revolusi indutri. Pada awal abad ke-19, ditemukan bahwa enerji dapat diubah-ubah menjadi berbagai bentuk, tapi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan. Inilah hukum pertama termodinamika - salah satu hukum dasar fisika. Lalu, di tahun 1850, Robert Clausius menemukan hukum kedua termodinamika. Hukum ini menyatakan bahwa "entropi" (yaitu, perbandingan antara enerji yang dikandung sebuah benda dengan suhunya) selalu bertambah dalam tiap perubahan bentuk enerji, contohnya, dalam sebuah mesin uap.

Entropi biasanya dipahami sebagai satu kecenderungan inheren menuju disorganisasi. Setiap keluarga pasti sadar bahwa sebuah rumah, tanpa campur-tangan secara sadar, pasti berubah dari keadaan teratur menjadi tidak teratur, khususnya ketika ada anak kecil di sana. Besi berkarat, kayu melapuk, daging mati membusuk, air di bak mandi mendingin. Dengan kata lain, nampaknya ada satu kecenderungan menuju pembusukan. Menurut hukum kedua termodinamika, atom, ketika dibiarkan sendiri, akan bercampur dan mengacak dirinya sendiri sejauh mungkin. Karat terjadi karena atom-atom besi cenderung bercampur dengan oksigen dari udara di sekelilingnya untuk membentuk oksida besi. Molekul-molekul yang bergerak cepat pada permukaan air mandi bertumbukan dengan molekul-molekul di udara yang mengelilinginya dan memindahkan enerji mereka ke udara.

Ini adalah hukum yang terbatas, yang tidak memiliki makna apapun dalam sebuah sistem yang terdiri dari sejumlah kecil partikel (mikrosistem) atau pada sistem yang memiliki jumlah partikel besar tak berhingga (jagad). Walau demikian, telah terjadi berbagai upaya untuk memperluas penerapannya di luar bidang yang seharusnya, yang membawa kita pada segala macam kesimpulan filsafati yang keliru. Di pertengahan abad lalu, R. Clausius dan W. Thomson, penemu prinsip kedua termodinamika, mencoba menerapkan hukum kedua itu pada jagad secara keseluruhan, dan sampai pada teori yang benar-benar keliru, yang dikenal sebagai "kematian termal", teori tentang akhir alam semesta.

Hukum ini disempurnakan di tahun 1877 oleh Ludwig Boltzmann, yang mencoba untuk menurunkan hukum kedua termodinamika dari teori materi atomik, yang pada waktu itu sedang naik daun. Dalam versi Boltzmann, entropi nampak sebagai satu fungsi peluang dari satu keadaan materi tertentu: semakin tinggi peluang dari satu keadaan, semakin tinggi pula entropinya. Dalam versi ini, semua sistem cenderung menuju satu keadaan setimbang (keadaan di mana tidak ada aliran enerji netto). Dengan demikian, ketika satu benda panas ditempatkan berdampingan dengan sebuah benda dingin, enerji (panas) akan mengalir dari yang panas ke yang dingin, sampai mereka mencapai keadaan setimbang, yaitu mereka memiliki suhu yang sama.

Boltzmann adalah orang pertama yang mengurusi masalah perubahan dari tingkat mikroskopik (skala kecil) ke makroskopik (skala besar) dalam fisika. Ia mencoba menggabungkan dua teori baru termodinamika dengan fisika perlintasan klasik. Mengikuti teladan Maxwell, ia mencoba memecahkan masalah itu melalui teori peluang.  Hal ini adalah satu terobosan besar terhadap metode deterministik mekanik Newton. Boltzmann menyadari bahwa penambahan entropi yang tidak dapat dibalik prosesnya itu dapat dilihat sebagai sebuah pernyataan atas pertambahan ketidakteraturan molekular. Prinsipnya tentang keteraturan menyatakan bahwa keadaan yang peluangnya lebih tinggi untuk terjadi dalam satu sistem adalah keadaan di mana berbagai kejadian yang terjadi bersamaan dalam satu sistem saling meniadakan satu dengan yang lain secara sempurna dilihat dari segi statistik. Walaupun molekul-molekul dapat bergerak acak, secara rata-rata, pada saat tertentu, sejumlah molekul akan bergerak ke arah yang sama dengan molekul-molekul lainnya.

Ada satu kontradiksi antara enerji dan entropi. Kesetimbangan yang labil antara keduanya ditentukan oleh suhunya. Pada satu suhu yang rendah, enerji berdominasi, dan kita melihat kemunculan dari keadaan yang berarturan dan berenerji rendah, misalnya dalam kristal es, di mana molekul-molekul dikunci pada kedudukan tertentu relatif terhadap molekul lainnya. Walau demikian, dalam suhu yang tinggi, entropi berkuasa, dan terwujudkan dalam ketidakberaturan gerak molekul. Struktur kristal akan dihancurkan, dan kita mendapati satu transisi, pertama menjadi cairan, lalu menjadi gas.

Hukum kedua menyatakan bahwa entropi dari satu sistem yang terisolasi selalu bertambah, dan bahwa ketika dua sistem disatukan, entropi dari gabungan kedua sistem itu adalah lebih besar dari jumlah dari kedua entropi tersebut. Walau demikian, hukum kedua termodinamika tidaklah seperti hukum-hukum fisika yang lain, seperti hukum gravitasi Newton, persis adalah karena hukum ini tidak selalu dapat diterapkan. Hukum ini, yang awalnya diturunkan dari satu bidang khusus mekanika klasik, terbatas oleh fakta bahwa Boltzmann tidak memperhitungkan gaya-gaya lain seperti elektromagnetisme atau bahkan gravitasi, hanya memperhitungkan tumburan atom-atom. Ini memberi gambaran yang sangat terbatas terhadap proses fisika, yaitu ia tidak dapat dianggap dapat diterapkan secara umum, sekalipun ia berlaku untuk sistem-sistem yang terbatas, seperti mesin uap. Hukum Kedua tidak dapat diterapkan dalam tiap kejadian-lingkup. Gerak Brown, misalnya, merupakan kontradiksi terhadap hukum ini. Sebagai satu hukum umum jagad dalam bentuk klasiknya, hukum ini keliru.

Orang telah mengklaim bahwa hukum kedua menunjukkan bahwa jagad secara umum haruslah bergerak ke arah keadaan entropik. Dengan menggunakan analogi satu sistem yang tertutup, seluruh jagad dianggap harus berakhir dalam satu keadaan kesetimbangan, dengan suhu yang sama di mana-mana. Bintang-bintang akan kehabisan bahan bakar. Semua kehidupan harus berhenti ada. Jagad pada akhirnya akan melayu menjadi satu kehampaan yang luas tak berhingga. Ia akan menderita satu "kematian-panas". Pandangan yang suram tentang masa depan jagad ini berlawanan langsung dengan apa yang sudah kita ketahui tentang masa lalunya, atau masa kininya. Konsep bahwa materi itu sendiri cenderung akan menuju satu keadaan setimbang mutlak juga bertentangan dengan alam itu sendiri. Ini adalah pandangan yang abstrak dan mati terhadap jagad. Pada saat ini, jagad sangat jauh dari keadaan setimbang apapun, dan tidak ada petunjuk apapun bahwa keadaan semacam ini pernah terjadi di masa lalu, atau akan terjadi di masa datang. Lebih jauh lagi, jika kecenderungan menuju entropi adalah permanen dan linear, tidak dapat kita jelaskan mengapa tidak dari dulu jagad ini berakhir menjadi satu sup yang berisi partikel-partikel tak berbentuk.

Namun ini adalah satu bukti lagi tentang apa yang akan terjadi ketika satu teori ilmiah diupayakan untuk diperluas ke luar batasan di mana ia telah terbukti dapat diterapkan. Keterbatasan prinsip termodinamika telah ditunjukkan di abad lalu dalam satu polemik antara Lord Kelvin, fisikawan Inggris terkemuka itu, dan para geolog, mengenai usia bumi. Ramalan yang dibuat oleh Lord Kelvin berdasarkan termodinamika ternyata bertentangan dengan apa yang telah diketahui mengenai evolusi biologis dan geologis. Teori itu mempostulatkan bahwa bumi seharusnya masih berada dalam keadaan cair 20 juta tahun yang lalu. Satu akumulasi data yang luar biasa besar membuktikan bahwa para geologis benar dan Lord Kelvin keliru.

Di tahun 1928, Sir James Jean, ilmuwan dan filsuf idealis Inggris, menghidupkan kembali argumen lama mengenai "kematian-panas" jagad, dengan menambahkan unsur-unsur yang diambil dari teori relativitas Einstein. Karena materi dan enerji adalah setara, katanya, jagad ini harus berakhir dalam satu peralihan sempurna dari materi menjadi enerji: "Hukum kedua termodinamika," ia meramal dengan penuh hawa gelap, "mengharuskan materi di jagad (sic!) untuk selalu bergerak dalam jurusan yang sama yang berakhir hanya dalam kematian dan penghancuran."[i]

Skenario yang sama pesimistiknya telah diajukan baru-baru ini. Mengutip satu buku yang baru diterbitkan:

"Jagad ini di masa depan yang jauh akan menjadi satu sup cair yang tak terbayangkan, yang terdiri dari foton, neutrino dan sejumlah elektron dan positron yang semakin berkurang, semuanya bergerak saling menjauh. Sejauh yang kita tahu, tidak ada proses dasar fisika yang dapat terjadi lagi. Tidak ada kejadian penting yang akan terjadi untuk mengganggu kemandulan suram dari jagad yang telah menempuh seluruh perjalanannya tapi masih dikutuk untuk hidup selamanya - atau mati selamanya, mungkin itu penggambaran yang lebih sesuai.

"Citra yang menakutkan dari kehampaan yang dingin, gelap dan tak berbentuk ini adalah yang kesejajaran terdekat yang dapat dicapai kosmologi modern dengan "kematian-panas" dari abad ke-19."[ii]

Apa kesimpulan yang harus kita tarik dari semua ini? Jika semua kehidupan, dan juga semua materi, bukan hanya bumi, tapi di seluruh jagad raya, ditakdirkan hancur, maka mengapa kita perlu bersusah hati? Perluasan yang keterlaluan atas hukum kedua termodinamika di luar batasan aktual penerapannya telah menumbuhkan berbagai kesimpulan filsafati yang keliru dan nihilistik. Maka, Bertrand Russel, filsuf Inggris itu, dapat menulis baris-baris berikut ini dalam bukunya Why I Am Not a Christian:

"Semua karya dari segala abad, segala pengabdian, segala ilham, segala kegemilangan yang menyilaukan dari manusia-manusia jenius, ditakdirkan untuk menemui ajal dalam kematian agung tata surya, dan ... semua tugu peringatan atas pencapaian manusia niscaya akan dikuburkan di bawah reruntuhan jagad - semua hal ini, jika bukannya tak terbantahkan, sampai kini hampir-hampir demikian pastinya sehingga tidak satupun filsafat yang menolaknya dapat berharap untuk bertahan. Hanya di dalam pelukan kebenaran-kebenaran inilah, hanya di atas pondasi kokoh dari keputusasaan, kita dapat membangun dengan selamat tempat tinggal bagi jiwa kita."[iii]

Keteraturan dari Kekacauan

Di tahun-tahun terakhir, interpretasi pesimistik dari Hukum Kedua Termodinamika telah mendapatkan tantangan dari satu teori baru yang mengejutkan. Pemenang Hadiah Nobel dari Belgia Ilya Prigogine dan para rekan kerjanya telah mempelopori satu interpretasi yang sama sekali berbeda dari teori klasik termodinamika. Terdapat beberapa paralel antara teori Boltzmann dan teori Darwin. Pada teori yang disebut terakhir, sejumlah besar fluktuasi acak membawa kita pada titik perubahan yang tidak dapat dibalik lagi. Yang satu dalam bentuk evolusi biologis, yang lain dalam disipasi enerji, dan evolusi menuju ketidakteraturan. Dalam termodinamika, waktu menunjukkan satu degradasi dan kematian. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana hal ini cocok dengan gejala munculnya kehidupan, dengan kecenderungan inherennya ke arah organisasi dan kompleksitas yang semakin lama semakin tinggi tingkatannya.

Hukum itu menyatakan bahwa segala sesuatu, jika dibiarkan, cenderung menuju satu peningkatan entropi. Di tahun 1960-an, Ilya Prigogine dan lain-lain menyadari bahwa di dunia nyata atom-atom tidak pernah dibiarkan "sendirian". Segala sesuatu saling mempengaruhi. Atom-atom dan molekul hampir selalu terbuka pada aliran enerji dan materi dari luar, yang, jika cukup kuat, akan membalik sebagian apa yang nampak sebagai proses yang tak dapat dibalik itu, proses menuju ketidakteraturan yang terkandung dalam hukum kedua termodinamika. Kenyataannya, alam menunjukkan berbagai kejadian yang bukan hanya dari jenis pembusukan dan peluruhan, tapi juga proses yang kebalikannya, pengorganisiran diri dan pertumbuhan yang spontan. Kayu melapuk, tapi pohon tumbuh. Menurut Prigogine, struktur pengorganisiran diri terjadi di mana-mana di alam ini. Dengan itu, M. Waldrop menyimpulkan:

"Seberkas laser adalah sistem yang mengorganisir diri sendiri di mana partikel-partikel cahaya, foton, dapat mengelompokkan dirinya secara spontan ke dalam satu berkas yang luar biasa kuat di mana setiap foton bergerak dalam langkah yang seragam. Satu angin topan adalah satu sistem yang mengorganisir diri sendiri, yang mengambil tenaganya dari arus enerji yang stabil dari matahari, yang mendorong angin dan menarik air hujan dari lautan. Satu sel hidup - sekalipun terlalu rumit untuk dianalisa secara matematik - adalah satu sistem yang mengorganisir diri sendiri, yang bertahan hidup dengan menyerap enerji dalam bentuk makanan dan mengeluarkan enerji dalam bentuk panas dan bahan buangan."[iv]

Di manapun di alam ini kita melihat pola. Beberapa teratur, yang lain tidak teratur. Ada pembusukan tapi ada juga pertumbuhan. Ada kehidupan tapi juga ada kematian. Dan, nyatanya, kecenderungan-kecenderungan yang saling berkonflik ini terikat bersama-sama. Mereka tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hukum kedua menyatakan bahwa semua di alam ini memegang tiket sekali jalan menuju ketidakteraturan dan pembusukan. Tapi hal ini tidak sesuai dengan pola umum yang kita amati di alam. Konsep "entropi" itu sendiri, di luar batasan ketat termodinamika, adalah konsep yang sangat problematik.

"Para fisikawan yang berpikir tentang tata-kerja termodinamika menyadari betapa mengganggunya persoalan tentang, seperti yang dikemukakan seseorang, 'bagaimana satu aliran enerji yang tidak memiliki tujuan tertentu dapat mendamparkan kehidupan dan kesadaran ke dunia.' Untuk memperberat kesulitannya, datanglah konsep tentang entropi, cukup terdefinisi secara rasional untuk tujuan-tujuan termodinamik dalam bentuk panas dan suhu, tapi sungguh sulit dipegang sebagai satu ukuran bagi ketidakteraturan. Para fisikawan telah cukup mendapat kesulitan untuk mengukur tingkat keteraturan pada air, yang membentuk struktur kristalin dalam perubahannya menjadi es, enerji meleleh keluar selama proses itu. Tapi entropi termodinamik gagal sepenuhnya sebagai satu ukuran atas perubahan derajat bentuk dan tanpa bentuk dalam pembentukan asam amino, mikroorganisme, hewan dan tumbuhan yang dapat mereproduksi dirinya sendiri, atau sistem informasi kompleks seperti otak. Tentu pulau-pulau keteraturan yang berevolusi ini harus mematuhi pula hukum kedua itu. Hukum yang penting, hukum tentang penciptaan, terletak di tempat lain."[v]

Proses fusi nuklir adalah sebuah contoh, bukan dari peluruhan, tapi dari pembangunan jagad. Hal ini telah ditunjukkan di tahun 1931 oleh H. T. Poggio, yang mengingatkan para nabi kiamat termodinamis bahwa mereka telah secara ilegal mengekstrapolasi satu hukum yang berlaku hanya pada batas tertentu di bumi pada seluruh jagad raya.

"Janganlah kita terlampau yakin bahwa jagad raya ini seperti sebuah jam yang selalu semakin lambat jalannya. Di sana-sini mungkin ada mekanisme untuk memutar lagi pegas jam itu."[vi]

Hukum kedua termodinamika mengandung dua unsur dasar - satu negatif dan satu positif. Yang pertama menyatakan bahwa proses-proses tertentu adalah mustahil (misal, bahwa panas mengalir dari sumber yang panas menuju yang dingin, tidak pernah sebaliknya) dan yang kedua (yang diturunkan dari yang pertama) menyatakan bahwa entropi adalah ciri yang niscaya dari semua sistem yang terisolasi. Dalam sebuah sistem yang terisolasi, semua situasi yang tidak setimbang akan menghasilkan satu evolusi menuju satu keadaan setimbang. Termodinamika tradisional melihat hanya melihat pergerakan ke arah ketidakteraturan dalam entropi. Hal ini ternyata hanya merujuk pada sistem yang sederhana dan terisolasi (misal, sebuah mesin uap). Interpretasi baru dari Prigogine atas Teori Boltzmann jauh lebih luas, dan berbeda secara radikal dari interpretasi tradisional itu.

Reaksi kimia terjadi sebagai hasil tumburan antar molekul. Normalnya, tumburan itu tidak membawa satu perubahan keadaan; molekul-molekul hanya bertukar enerji. Walau demikian, kadang kala, satu tumburan menghasilkan perubahan pada molekul-molekul yang terlibat (satu "tumburan reaktif"). Reaksi-reaksi ini dapat dipercepat oleh hadirnya sebuath katalis. Dalam organisme hidup, katalis ini adalah protein-protein khusus, yang disebut enzim. Ada segala macam alasan untuk percaya bahwa proses ini memainkan peranan penting dalam munculnya kehidupan di bumi. Apa yang nampak sebagai kacau, pergerakan molekul yang sepenuhnya acak, pada titik tertentu mencapai tahap kritis di mana kuantitas tiba-tiba berubah menjadi kualitas. Dan ini adalah sifat hakiki dari segala bentuk materi, bukan hanya yang organik melainkan juga yang anorganik.

"Yang mengagumkan, persepsi tentang arah waktu meningkat sejalan dengan peningkatan level pengorganisiran biologis dan mungkin mencapai titik puncaknya pada kesadaran manusia."[vii]

Tiap organisme hidup menggabungkan keteraturan dan aktivitas. Sebaliknya, satu kristal dalam keadaan setimbang memiliki struktur tapi diam. Di alam, kesetimbangan bukanlah satu keadaan normal tapi, mengutip Prigogine, "satu keadaan yang jarang dan tidak pasti terjadi". Keadaan yang bukan kesetimbangan adalah norma yang berlaku di alam. Dalam sistem yang sederhana dan terisolasi seperti sebuah kristal, kesetimbangan dapat dipelihara untuk waktu yang lama, bahkan selama-lamanya. Tapi persoalannya berubah ketika kita berurusan dengan proses yang kompleks, seperti mahluk hidup. Satu sel hidup tidak dapat dijaga dalam keadaan setimbang, dia akan mati. Proses yang mengatur munculnya kehidupan bukanlah proses yang sederhana dan linear, tapi dialektik, melibatkan lompatan-lompatan mendadak, di mana kuantitas berubah menjadi kualitas.

Reaksi kimia "klasik" dilihat sebagai satu proses yang sangat acak. Molekul-molekul yang terlibat tersebar merata secara "normal", yaitu sesuai dengan kurva Gauss.  Jenis reaksi seperti ini cocok pada konsep Boltzmann, di mana semua rantai-samping dari reaksi akan lenyap dan reaksi akan berakhir dalam sebuah reaksi yang stabil, satu kesetimbangan yang tidak bergeser lagi. Walau demikian, pada dekade mutakhir, telah ditemukan reaksi kimia yang menyimpang dari konsep yang ideal dan disederhanakan ini. Reaksi-reaksi ini dikenal sebagai nama umumnya, "jam kimiawi". Contoh yang paling terkenal adalah reaksi Belousov-Zhabotinsky, dan model Brussel yang diciptakan oleh Ilya Prigogine.

Termodinamika linear menggambarkan satu perilaku sistem yang stabil dan dapat diramalkan, yang cenderung menuju satu tingkat aktivitas minimum yang dimungkinkan. Walau demikian, ketika gaya-gaya termodinamik yang bekerja pada sebuah sistem mencapai titik di mana wilayah linear telah dilewati, stabilitas tidak akan dapat dipertahankan. Turbulensi muncul. Untuk waktu yang lama, turbulensi dianggap sebagai sebuah sinonim atas kata ketidakteraturan atau chaos. Tapi kini telah ditemukan bahwa apa yang nampak sebagai keteraturan yang kacau pada tingkat makroskopik, pada kenyataannya, sangat terorganisir di tingkat mikroskopik.

Kini, telaah atas ketidakstabilan kimiawi telah menjadi hal yang jamak. Salah satu yang paling menarik adalah penelitian yang dilakukan di Brussels di bawah bimbingan Ilya Prigogine. Telaah atas apa yang terjadi di luar batas kritis di mana ketidakstabilan kimiawi dapat terjadi memiliki makna yang sangat penting dari sudut dialektika. Salah satu gejala yang terpenting adalah apa yang disebut "jam kimiawi". Model Brussels (yang dijuluki "Brusselerator" oleh para ilmuwan Amerika) menggambarkan perilaku dari molekul-molekul gas. Anggaplah ada dua jenis molekul, "merah" dan "biru", dalam sebuah pergerakan yang chaos, acak sepenuhnya. Kita akan mengharapkan bahwa, pada titik tertentu akan terjadi satu distribusi tidak teratur dari molekul-molekul, menghasilkan satu warna "ungu", dengan warna merah atau biru sekilas muncul di sana-sini. Tapi, dalam sebuah jam kimiawi, hal ini tidak terjadi jika titik kritis tertentu telah dilewati. Sistem itu seluruhnya biru, lalu seluruhnya merah, dan pergantian ini terjadi dengan jarak waktu yang teratur.

"Tingkatan keteraturan semacam itu, yang muncul dari aktivitas milyaran molekul, kelihatannya menakjubkan," ujar Prigogine dan Stengers, "dan sesungguhnya, jika jam kimiawi tidak pernah muncul dalam pengamatan, tidak akan ada yang pernah percaya bahwa proses tersebut dimungkinkan. Untuk menukar warna seluruhnya sekaligus, molekul-molekul itu harus memiliki satu cara untuk 'berkomunikasi'. Sistem itu harus bertindak sebagai sebuah keseluruhan. Kami akan kembali lagi dan lagi pada kata kunci ini, berkomunikasi, yang memainkan peranan sangat mencolok di berbagai bidang, dari kimia sampai fisiologi-syaraf. Struktur pelepasan panas [disipatif] barangkali merupakan salah satu mekanisme fisik paling sederhana untuk berkomunikasi."

Gejala "jam kimiawi" menunjukkan bagaimana keteraturan dapat muncul secara spontan dari kekacauan di alam pada titik tertentu. Ini adalah satu pengamatan yang penting, khususnya dalam hubungannya pada cara di mana kehidupan muncul dari materi anorganik.

"Model 'keteraturan yang muncul dari fluktuasi'  memperkenalkan satu dunia yang tidak stabil di mana perubahan kecil dapat menghasilkan efek yang besar, tapi dunia semacam ini tidaklah acak. Sebaliknya, alasan untuk pembesaran efek dari kejadian kecil adalah persoalan yang sah untuk diselidiki secara rasional."

Dalam teori klasik, reaksi kimia terjadi dalam cara yang teratur secara statistik. Normalnya, terjadilah satu pemusatan rata-rata molekul, dengan satu distribusi yang merata. Nyatanya, pemusatan-pemusatan lokal muncul di sana-sini, pemusatan yang mengorganisir diri mereka sendiri. Hasilnya sangat tidak terduga dari sudut pandang teori tradisional. Titik-titik fokus ini dari apa yang disebut Prigogine sebagai "organisasi-diri" ini dapat mengkonsolidasikan diri mereka sampai titik di mana mereka dapat mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Apa yang sebelumnya dianggap sebagai satu gejala sampingan kini terbukti sangat menentukan. Pandangan tradisional menganggap proses yang tidak dapat dibalik sebagai satu gangguan, yang disebabkan oleh gesekan dan lain-lain sumber kebocoran panas pada mesin. Tapi situasinya telah berubah. Tanpa proses-proses yang tidak dapat dibalik seperti itu, kehidupan mustahil akan muncul. Pandangan lama tentang ireversibilitas sebagai sebuah gejala yang subjektif (sebuah hasil dari ketidaktahuan) kini telah mendapat tentangan yang keras. Menurut Prigogine, ireversibilitas hadir dalam segala tingkatan, baik yang mikroskopis maupun makroskopis. Baginya, hukum kedua termodinamika membawa kita pada konsep baru tentang materi. Dalam satu keadaan bukan-kesetimbangan, keteraturan muncul. "Keadaan bukan-kesetimbangan membuat keteraturan lahir dari kekacauan."[viii]


[i] Dikutip dalam Lerner, op. cit., p. 134.

[ii] P. Davies, The Last Three Minutes, pp. 98-9.

[iii] Dikutip oleh Davies, op. cit., p. 13.

[iv] M. Waldrop, Complexity, pp. 33-4.

[v] Gleick, op. cit., p. 308.

[vi] Lerner, op. cit., p. 139.

[vii] Prigogine dan Stengers, op. cit., p. 298.

[viii] Ibid., pp. 147, 206, 287.

[Return to the main index]