Mengapa tidak Ada Revolusi? Perlunya Kepemimpinan Revolusioner

“Tidak ada orang yang berhasrat meluncurkan revolusi, seperti halnya tidak ada orang yang berhasrat berperang. Namun, ada satu perbedaan: dalam perang pemaksaan memainkan peran yang menentukan, dalam revolusi tidak ada pemaksaan. Yang ada hanyalah dorongan dari kondisi yang ada. Revolusi hanya terjadi ketika tidak ada jalan keluar lain.” (Trotsky, The History of the Russian Revolution, Bab 43, ‘The Art of Insurrection’)

Ketika waktunya sudah matang, hal-ihwal akan bergerak ke sana dengan kecepatan dan energi yang luar biasa, tetapi mungkin perlu waktu yang cukup lama untuk mencapai titik tersebut.” (Engels, 24 Oktober 1891 )

“Semua yang ada pantas untuk binasa”

Hegel menjelaskan bahwa semua yang ada pantas untuk binasa. Dalam kata lain, segala sesuatu yang ada mengandung di dalam dirinya sendiri benih kehancurannya sendiri. Untuk waktu yang sangat lama, tampaknya kapitalisme akan terus berjaya. Kebanyakan orang tidak mempertanyakan tatanan yang ada. Institusi-institusi kapitalis tampak kokoh. Bahkan krisis yang paling serius pun akhirnya dapat diatasi, dan tampaknya tidak meninggalkan bekas.

Tapi penampilan dapat menipu. Dialektika mengajarkan kita bahwa segala sesuatu berubah menjadi kebalikannya. Setelah periode stagnasi politik yang panjang, perkembangan-perkembangan yang kita saksikan selama beberapa tahun terakhir mewakili perpecahan fundamental dalam situasi di seluruh dunia.

Krisis 2008 menandai titik balik yang tajam dalam keseluruhan situasi. Kenyataannya, kaum borjuasi tidak pernah bisa pulih dari krisis itu. Kami menunjukkan pada waktu itu bahwa setiap upaya borjuasi untuk memulihkan keseimbangan ekonomi hanya akan menghancurkan keseimbangan sosial dan politik. Dan demikianlah yang terjadi. Kaum borjuasi menerapkan kebijakan-kebijakan putus-asa untuk menyelesaikan krisis ini, dengan menggelontorkan begitu banyak uang.

Mereka mengulangi kebijakan ini pada tingkatan yang jauh lebih tinggi ketika pandemi mendorong ekonomi dunia ke dalam resesi pada 2020. Ini memungkinkan mereka untuk menghindari keruntuhan langsung. Tetapi hanya dengan konsekuensi menciptakan kontradiksi-kontradiksi baru yang tidak dapat diatasi. Kontradiksi-kontradiksi ini kini muncul ke permukaan di mana-mana.

Kapitalisme diselamatkan oleh pengeluaran negara secara besar-besaran, meskipun kaum borjuasi sebelumnya setuju bahwa negara tidak seharusnya mengintervensi pasar. Tetapi uang tidak tumbuh di pohon. Hasil dari pesta pora pengeluaran ini, yang menghabiskan sejumlah besar uang yang tidak ada, adalah gunung hutang yang sangat besar. Total hutang dunia sekarang mendekati $300 triliun.

Hutang sebesar ini tidak ada presedennya dalam sejarah di masa damai. Memang benar kelas penguasa mengambil hutang yang besar selama Perang Dunia Kedua, yang dilunasinya dalam masa boom ekonomi pasca-perang. Namun, itu dimungkinkan oleh kombinasi situasi yang unik, yang tidak berlaku hari ini dan tidak mungkin terulang di masa depan.

Dampak tak terelakkan dari gunung hutang ini adalah inflasi, yang kini dirasakan dengan naiknya harga komoditas, bahan bakar, gas, dan listrik, yang memukul kaum miskin.

Sebuah periode baru ketidakstabilan ekonomi, sosial dan politik adalah konsekuensi yang tak terelakkan. Insureksi massa di Kazakhstan baru-baru ini [pada awal 2022] adalah sebuah peringatan. Ini dapat menyebar ke banyak negeri.

Krisis yang terjadi saat ini bukan semata-mata krisis ekonomi dan finansial, tetapi memiliki karakter sosial dan politik, bahkan moral dan psikologis. Hal ini ditandai dengan ketidakstabilan tanpa-preseden di semua negeri.

Sistem kapitalis telah melalui krisis ekonomi paling serius dalam 300 tahun. Ini diakui oleh semua ahli strategi kapital yang serius. Selain itu, jutaan orang telah tewas akibat pandemi, yang sampai hari ini masih belum teratasi, terlepas klaim kelas penguasa.

Dari fakta-fakta ini, mudah sekali untuk menyimpulkan bahwa kondisi untuk revolusi sosialis sudah matang dalam skala dunia. Ini sungguh benar. Secara umum, ini sudah sejak lama benar. Tapi perspektif Marxis tidak berhenti pada generalisasi saja.

Tidaklah cukup untuk mengulangi pernyataan-pernyataan umum tentang keniscayaan revolusi sosialis. Seseorang harus tahu bagaimana menjelaskan mengapa ini benar. Hegel mengatakan, tugas ilmu pengetahuan bukanlah untuk mengumpulkan setumpuk data, tetapi untuk memperoleh wawasan rasional. Inilah tugas kaum Marxis.

Terlalu sering, orang-orang Kiri dan bahkan beberapa Marxis, mengutip banyak data statistik ekonomi, yang dapat dengan mudah didapati di halaman-halaman pers borjuis. Kemudian di akhir artikel mereka, mereka menarik kesimpulan bahwa “sosialisme adalah jawabannya” atau kesimpulan semacam itu. Ini mungkin sepenuhnya benar, tetapi ini adalah kesimpulan yang tidak berakar pada fakta dan data, dan karena itu memiliki sedikit atau tidak ada validitasnya. Metode mekanistik seperti itu hanyalah indikasi kemalasan mental dan membuat bosan mereka yang telah mendengar semuanya sebelumnya.

Rumusan dan skema abstrak tidak akan membantu kita memahami realitas konkret dari tahapan yang tengah kita lalui. Demikian juga mengulang-ulang slogan-slogan umum tentang krisis kapitalisme, yang telah kehilangan semua kekuatan dan relevansinya karena terus diulang dan direduksi menjadi klise hampa tanpa-makna.

Kita harus mengikuti situasi seiring dengan perkembangannya yang konkret di setiap tahap. Dan kita wajib menjawab pertanyaan, yang tentunya dipikirkan oleh banyak orang: kalian kaum Marxis mengatakan bahwa sistem kapitalis sedang dalam krisis, dan memang demikian adanya. Tapi kenapa belum ada revolusi?

Pertanyaan ini mungkin tampak naif. Tapi ini lebih serius daripada yang mungkin Anda pikirkan. Dan pertanyaan ini layak untuk dipertimbangkan dengan cermat. Jika kita harus jujur, bahkan beberapa orang yang menyebut diri mereka Marxis mengajukan pertanyaan yang sama kepada diri mereka sendiri: mengapa, jika ada krisis yang begitu dalam, massa belum bangkit?

Saya mengacu pada para “aktivis”, yang memandang rendah ide dan teori, dan yang membayangkan bahwa, dengan berlarian seperti ayam tanpa kepala, berteriak revolusi, mereka entah bagaimana akan memicu gerakan massa.

Saya sangat ingat para pemimpin mahasiswa yang penuh semangat di Paris pada tahun 1968, dan saya melihat mereka sekarang: borjuis berperut buncit yang puas diri, yang mencibir kaum revolusioner, dan dengan demikian meludahi masa lalu mereka sendiri. Saya akui bahwa transformasi ini tidak mengejutkan saya. Itu sudah sangat jelas pada Mei 1968. Mereka tidak mengerti apa-apa saat itu, dan mereka bahkan semakin tidak mengerti sekarang.

“Aktivis” ini tidak sabar dengan massa, dan ketika slogan-slogan 'revolusioner' hampa yang mereka ulang-ulang – seperti gumaman mantra seorang pendeta tua yang lelah – tidak beroleh hasil yang diinginkan, mereka menyalahkan kelas buruh, menjadi demor, dan menghilang. Aktivisme buta dan apatisme yang impoten hanyalah dua sisi dari koin yang sama.

Bukan tugas kaum Marxis untuk mengukur suhu tubuh kelas buruh dengan termometer di bawah lidahnya guna mencoba menentukan kapan mereka siap bergerak. Termometer seperti itu tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada. Dan peristiwa tidak dapat dibuat bergerak lebih cepat dengan ketidaksabaran.

Apakah situasi hari ini bergerak terlalu lambat bagi Anda? Ya, kita semua ingin peristiwa berkembang lebih cepat. Tetapi ini akan memakan waktu dan ketidaksabaran adalah musuh kita yang paling berbahaya. Tidak ada jalan pintas! Trotsky memperingatkan, mencoba menuai apa yang belum kita tanam pasti akan menyebabkan kekeliruan, entah kekeliruan ultra-kiri atau oportunis. Dan jika kita mencoba berteriak lebih keras dari kekuatan pita suara kita, kita hanya akan kehilangan suara.

Namun, jika, setelah membaca artikel singkat ini, Anda bersikeras masih ingin mengetahui kapan persisnya kaum buruh akan bergerak menggulingkan sistem kapitalis, saya akan memberikan jawaban yang sangat persis.

Kaum buruh akan bergerak ketika mereka siap.

Tidak satu menit sebelumnya.

Dan tidak satu menit setelahnya.

Geologi dan Sosiologi

Fakta bahwa seseorang dapat mengajukan pertanyaan mengapa belum ada revolusi mengungkapkan lebih dari sekadar kebingungan. Pertanyaan ini mengekspos ketidaktahuan sepenuhnya tentang hukum dasar revolusi dan cara massa memperoleh kesadaran. Ini bukan proses yang otomatis ataupun mekanis. Seperti yang akan kita lihat, keduanya terkait erat.

Mari kita mulai, seperti biasa, dengan prinsip-prinsip dasar. Dialektika memberitahu kita bahwa ada kesejajaran yang erat antara masyarakat dan geologi. Indra kita memberitahu kita bahwa tanah tampak kokoh di bawah kaki kita. Tetapi geologi mengajarkan bahwa tanah yang kita pijak ini jauh dari stabil, dan bahwa tanah terus-menerus bergeser di bawah kaki kita.

Di permukaan, segala sesuatu mungkin tampak damai dan menenangkan. Namun di bawah permukaan, ada lautan magma yang mendidih, dengan suhu dan tekanan yang tak terbayangkan, yang terus mencari titik lemah di permukaan bumi. Akhirnya, kekuatan tekanan dari bawah ini secara bertahap meningkat sampai ke titik di mana magma akhirnya menerobos ke permukaan dalam ledakan hebat, mewujudkan kekuatan kolosal yang terpendam ini dalam letusan gunung berapi.

Di sini kita memiliki analogi yang sangat tepat dengan masyarakat manusia. Di permukaan, semuanya tenang, hanya terganggu oleh getaran sesekali, yang berlalu dengan cepat, dan meninggalkan status quo kurang lebih tidak terganggu. Para pembela status quo membiarkan diri mereka tertipu oleh gagasan bahwa semuanya baik-baik saja. Namun di balik permukaan ada ketidakpuasan, kegetiran, kekecewaan dan amarah, yang perlahan-lahan terakumulasi hingga mencapai titik kritis di mana gempa sosial menjadi tak terhindarkan.

Kita tidak mungkin bisa memprediksi dengan persis di mana titik perubahan tersebut, seperti halnya mustahil untuk memprediksi secara tepat gempa bumi, kendati semua kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Ilmu pengetahuan memberi tahu kita bahwa kota San Francisco dibangun di atas patahan yang dikenal sebagai Patahan San Andreas. Artinya, cepat atau lambat kota itu akan mengalami bencana gempa bumi.

Meskipun tidak ada yang tahu kapan ini akan terjadi, gempa bumi sudah hampir pasti akan terjadi di sana. Begitu juga dengan gempa revolusioner, yang akan terjadi justru ketika kaum borjuasi serta para ahli strategi, ekonom dan politisi bayaran mereka tidak mengharapkannya.

Trotsky mengacu pada proses ini sebagai “proses molekuler revolusi”, yang berlangsung terus-menerus di benak kaum buruh. Namun, karena proses ini adalah proses gradual yang tidak mempengaruhi fisiognomi politik umum masyarakat, proses ini tidak kasat mata bagi semua orang, kecuali kaum Marxis.

Tetapi tidak semua orang yang mengaku sebagai seorang Marxis memahami prinsip dan metode Marxisme yang paling mendasar. Kita saksikan di Prancis pada Mei 1968, ketika kaum sektarian bodoh seperti Ernest Mandel sepenuhnya mencibir kaum buruh Perancis dan mengatakan mereka sudah menjadi “borjuis” dan “seperti orang Amerika”. Kurang dari empat juta buruh adalah anggota serikat buruh, tetapi 10 juta buruh Prancis menduduki pabrik-pabrik dalam pemogokan umum revolusioner terbesar dalam sejarah. Namun, apakah ledakan seperti itu dapat mengarah ke revolusi sosialis yang sukses adalah pertanyaan lain sepenuhnya.

Pada 1968, kaum buruh Prancis memegang kekuasaan di tangan mereka. Presiden De Gaulle memberi tahu duta besar Amerika: “Semua sudah selesai. Dalam beberapa hari kaum Komunis akan berkuasa.” Dan itu sangatlah mungkin. Jika itu tidak terjadi, yang salah bukan kelas buruh, yang telah melakukan segalanya untuk memenangkan revolusi. Yang salah adalah kepemimpinan. Inilah masalah utamanya.

Syarat-syarat Revolusi

Agar berhasil, revolusi sosialis menuntut syarat-syarat tertentu, yang bersifat objektif dan subjektif.

Adanya krisis ekonomi dengan sendirinya tidak memadai untuk revolusi. Begitu juga dengan jatuhnya taraf hidup. Leon Trotsky pernah mengatakan, jika kemiskinan adalah penyebab revolusi, massa akan selalu dalam keadaan memberontak.

Beberapa kaum sektarian bertindak seolah-olah massa rakyat memang selalu ada dalam keadaan pemberontakan permanen, selalu siap untuk revolusi. Tapi tidak demikian. Sistem kapitalis berada dalam krisis yang mendalam, dan ini adalah fakta yang terbukti dengan sendirinya, yang tidak perlu lagi ditunjukkan. Namun, bagaimana krisis ini dirasakan oleh massa adalah pertanyaan yang sama sekali berbeda. Ilusi yang telah dibangun selama bertahun-tahun dan puluhan tahun tidak akan mudah disingkirkan. Serangkaian guncangan besar akan diperlukan untuk menghancurkan keseimbangan yang ada.

Memang benar bahwa, secara objektif, syarat-syarat untuk revolusi sosialis telah ada, dan bahkan sudah matang untuk beberapa waktu. Bahkan, mereka agak terlalu matang. Tapi sejarah manusia dibuat oleh tindakan manusia. Dan sebagai kaum materialis, kita memahami bahwa kesadaran manusia pada umumnya tidak revolusioner, tetapi sangat konservatif. Pikiran manusia sangat menolak perubahan dalam bentuk apa pun.

Ini adalah mekanisme pertahanan diri psikologis yang mendalam yang kita warisi dari masa lalu yang jauh, yang telah lama terhapus dari ingatan kita, tetapi meninggalkan jejak yang terpatri begitu dalam di alam bawah sadar kita. Ini adalah hukum yang berakar pada hasrat untuk mempertahankan diri.

Akibatnya, kesadaran massa selalu cenderung tertinggal di belakang peristiwa, dan ketertinggalan ini mungkin cukup besar, dan dikondisikan oleh seluruh pengalaman sebelumnya. Ini adalah fakta yang harus selalu kita ingat ketika menganalisis situasi saat ini.

Ada pepatah Cina kuno yang mengatakan, kemalangan terbesar yang bisa menimpa seseorang adalah hidup di masa yang menarik. Ketika tanah tempat kita berpijak mulai bergetar; ketika kuil-kuil dan istana-istana tua runtuh – itu, pada awalnya, merupakan pengalaman yang paling meresahkan.

Orang-orang akan berlarian kesana kemari, mencoba mencari keselamatan. Tetapi dengan paham-paham lama, tidak ada keamanan yang dapat ditemukan. Oleh karena itu, paham lama harus ditinggalkan dan paham baru harus ditemukan. Guncangan-guncangan yang mendalam sudah mulai menggoyahkan kepercayaan rakyat terhadap tatanan masyarakat yang ada.

Namun, juga merupakan fakta yang tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan orang merasa lebih aman dan lebih nyaman dengan lingkungan yang mereka kenal baik sejak mereka lahir dan dibesarkan. Bahkan ketika mereka memasuki masa-masa sulit, mereka dengan keras kepala akan berpegang teguh pada keyakinan bahwa hari esok akan lebih baik dan “masa normal” pada akhirnya akan kembali.

Dan ketika kaum revolusioner menunjukkan perlunya sebuah revolusi, reaksi pertama mereka adalah menggelengkan kepala dan berkata: “Lebih baik Iblis yang kita kenal daripada Iblis yang tidak kita kenal.” Dan ini adalah reaksi yang sepenuhnya wajar. Bagi mereka, revolusi adalah lompatan ke dalam kegelapan yang akan membawa mereka entah ke mana.

Kekuatan Inersia

Kelas penguasa menggenggam di dalam tangannya senjata-senjata yang amat ampuh untuk mempertahankan kekayaan dan kekuasaannya: negara, tentara, polisi, peradilan, penjara, media, dan seluruh sistem pendidikan. Tetapi senjatanya yang paling ampuh bukanlah hal-hal itu, melainkan rutinitas, yang dalam ilmu mekanika kita sebut gaya inersia.

Gaya inersia adalah hukum yang berlaku untuk semua benda, dan yang menyatakan bahwa mereka akan selalu tetap dalam keadaan mereka, baik dalam keadaan diam atau bergerak, kecuali jika ada gaya eksternal yang dikenakan pada mereka untuk mengubah keadaan mereka, dan titik tersebut disebut resistensi atau aksi. Hukum yang sama berlaku untuk masyarakat.

Kapitalisme memelihara kebiasaan patuh di sepanjang hidup seseorang, yang dengan mudah dipindahkan dari sekolah ke pabrik dan kemudian ke barak.

Tradisi dan rutinitas sehari-hari membebani benak manusia dan memaksa mereka untuk mematuhi penilaiannya. Ini berarti bahwa massa, setidaknya pada awalnya, akan selalu menempuh jalan yang paling mudah. Namun pada akhirnya, hantaman peristiwa-peristiwa besar akan memaksa mereka untuk mulai mempertanyakan norma, moralitas, agama dan kepercayaan yang telah membentuk cara berpikir mereka sepanjang hidup mereka.

Dibutuhkan peristiwa-peristiwa kolosal untuk mengguncang massa keluar dari rutinitas yang membuat mereka bebal, untuk memaksa mereka menyadari posisi mereka yang sebenarnya, untuk mempertanyakan paham-paham lama yang mereka pikir tidak perlu dipertanyakan lagi, dan untuk menarik kesimpulan revolusioner. Ini jelas membutuhkan waktu. Tetapi selama revolusi, kesadaran massa mengalami dorongan yang sangat besar. Kesadaran dapat sepenuhnya berubah dalam waktu 24 jam.

Kita saksikan proses serupa di setiap pemogokan. Sering kali buruh yang paling maju terkejut ketika justru buruh-buruh yang paling terbelakang dan konservatif tiba-tiba berubah menjadi militan yang paling aktif dan energetik.

Pemogokan adalah miniatur revolusi. Dan dalam setiap pemogokan, kepemimpinan memainkan peran penting dalam proses perkembangan kesadaran. Acap kali, satu pidato berani oleh hanya seorang militan dalam pertemuan massa dapat berarti keberhasilan atau kegagalan sebuah pemogokan. Ini membawa kita ke masalah sentral.

Faktor subjektif dalam sejarah

Gerakan revolusioner massa yang spontan mengungkapkan kekuatan massa yang sangat besar. Tetapi hanya sebagai kekuatan potensial, tidak aktual. Bila tidak ada faktor subyektif, bahkan gerakan massa yang paling besar sekali pun tidak akan dapat menyelesaikan problem-problem paling penting yang dihadapi oleh kelas buruh.

Di sini kita harus memahami bahwa ada perbedaan mendasar antara revolusi sosialis dan revolusi borjuis di masa lalu. Tidak seperti revolusi borjuis, revolusi sosialis membutuhkan gerakan sadar kelas buruh, yang tidak hanya harus mengambil kendali kekuasaan negara ke tangannya, tetapi juga, sedari awal, secara sadar mengambil kendali kekuatan produktif.

Melalui mekanisme kontrol buruh atas pabrik-pabrik, revolusi sosialis mempersiapkan jalan bagi ekonomi terencana sosialis yang dikelola secara demokratis. Tidak demikian dengan revolusi borjuis di masa lalu, karena ekonomi pasar kapitalis tidak memerlukan perencanaan atau intervensi sadar apa pun.

Kapitalisme muncul dalam sejarah secara spontan, sebagai konsekuensi dari evolusi kekuatan produktif di bawah feodalisme. Teori-teori para pemimpin borjuis revolusioner, sejauh mereka ada, hanyalah refleksi tidak-sadar dari syarat-syarat borjuasi yang baru lahir, nilai-nilainya, agama dan moralitasnya.

Hubungan erat antara Protestanisme (dan khususnya Calvinisme) dan nilai-nilai borjuasi yang baru lahir dijabarkan dengan sangat rinci oleh Max Weber, meskipun, sebagai seorang idealis, ia menjungkirbalikkan relasi tersebut.

Satu abad kemudian, di Prancis, rasionalisme Pencerahan secara teoritis mempersiapkan landasan bagi Revolusi Besar Prancis, yang dengan berani memproklamirkan kerajaan Nalar, sementara, dalam praktiknya, mempersiapkan landasan bagi kerajaan borjuasi.

Entah bagaimanapun, gagasan-gagasan utama borjuis -- entah dalam jubah agamanya ataupun dalam jubah Nalar yang megah -- tidak mewakili kepentingan kelas borjuasi yang materialistik, mata-duitan, dan vulgar. Sebaliknya, jubah-jubah tersebut mutlak diperlukan untuk memobilisasi massa rakyat untuk memberontak melawan tatanan lama sembari berjuang di bawah panji-panji Tuannya nanti di masa depan mereka.

Bila teori-teori ini tidak cukup mencerminkan (atau bahkan bertentangan dengan) kepentingan kelas borjuis yang sedang bangkit, mereka akan dicampakkan dan digantikan oleh ide-ide lain yang lebih cocok dengan sistem sosial yang baru itu.

Pada tahap awal Revolusi Inggris, Oliver Cromwell harus mendorong elemen-elemen borjuis ke samping guna menyelesaikan penggulingan tatanan monarki lama dengan bersandar pada elemen plebeian dan semi-proletar yang paling revolusioner. Dia berdiri untuk Kerajaan Allah di bumi guna membangkitkan massa.

Tetapi setelah menyelesaikan tugas ini, dia berbalik melawan sayap kiri gerakan, menghancurkan kaum Levellers dan membuka pintu bagi borjuasi kontra-revolusioner yang lalu mencapai kompromi dengan raja dan kemudian menuntaskan apa yang disebut Revolusi Agung 1688, yang akhirnya mendirikan kekuasaan borjuasi. Ide-ide lama kaum Puritan dicampakkan, dan mereka dipaksa berimigrasi ke Dunia Baru [benua Amerika] untuk mempraktikkan keyakinan agama mereka.

Sebuah proses yang serupa dapat diamati dalam Revolusi Perancis, di mana kediktatoran revolusioner Jacobin, yang bertumpu pada dukungan massa semi-proletar Sans-culottes di Paris, digulingkan pertama oleh reaksi Thermidorian dan Direktorat, disusul oleh Konsulat dan kediktatoran Napoleon Bonaparte, dan akhirnya dengan restorasi Wangsa Bourbon setelah Pertempuran Waterloo. Kemenangan akhir borjuasi Prancis hanya dipastikan setelah revolusi 1830 dan revolusi proletar 1848 yang dikalahkan.

Revolusi Rusia

Peran penting faktor subjektif dapat ditunjukkan dengan sangat jelas dalam Revolusi Rusia. Lenin menulis pada 1902:

“Tanpa teori revolusioner tidak akan ada gerakan revolusioner. Gagasan ini harus kita tekankan dengan sangat kuat justru ketika hari ini dakwah oportunisme yang modis bersandingan dengan keranjingan terhadap bentuk-bentuk kegiatan praktis yang paling sempit.” (Lenin, Apa yang Harus Dilakukan?)

Dan dia menambahkan bahwa “peran pejuang garda depan hanya dapat dipenuhi oleh sebuah partai yang dipandu oleh teori yang paling maju.”

Tidak demikian halnya dengan revolusi borjuis, karena alasan-alasan yang telah kami paparkan sebelumnya. Tapi keberadaan partai mutlak diperlukan untuk keberhasilan revolusi sosialis, seperti yang kita saksikan pada 1917.

Revolusi Februari berlangsung tanpa kepemimpinan revolusioner yang sadar. Buruh dan tentara (petani berseragam) menunjukkan bahwa mereka cukup kuat untuk menggulingkan rezim Tsar yang telah memerintah Rusia selama berabad-abad. Namun mereka tidak mengambil alih kekuasaan ke tangan mereka sendiri. Revolusi mengalami aborsi dan melahirkan Kekuasaan Ganda yang bertahan sampai Soviet akhirnya merebut kekuasaan pada Revolusi Oktober, di bawah kepemimpinan Bolshevik.

Mengapa kaum buruh tidak mengambil alih kekuasaan pada bulan Februari? Tentu saja, orang bisa menjawab pertanyaan ini dengan segala macam argumen ‘pintar’ . Bahkan beberapa Bolshevik menegaskan bahwa alasannya terletak pada fakta bahwa proletariat harus mematuhi “hukum besi tahapan sejarah”, bahwa mereka tidak dapat “melompati Februari” dan bahwa mereka harus “melewati tahapan revolusi borjuis”. Pada kenyataannya, orang-orang ini berusaha menutupi kepengecutan, kebingungan, dan impotensi mereka sendiri dengan menggunakan dalih “faktor-faktor objektif”. Kepada orang-orang itu, Lenin menjawab dengan sinis:

“Mengapa mereka tidak mengambil alih kekuasaan? Steklov mengatakan: untuk alasan ini dan itu. Ini omong kosong. Faktanya adalah bahwa proletariat tidak terorganisir dan cukup sadar kelas. Ini harus diakui: kekuatan material ada di tangan proletariat tetapi borjuasi ternyata siap dan sadar kelas. Ini adalah fakta yang menyedihkan, dan harus diakui secara jujur dan terbuka dan rakyat harus diberitahu bahwa mereka tidak mengambil alih kekuasaan karena mereka tidak terorganisir dan tidak cukup sadar.” (Lenin, Report at a meeting of Bolshevik delegates to the All-Russia Conference of Soviets of Workers’ and Soldiers’ Deputies’, April 4, 1917, Collected Works, vol. 36, hal. 437, penekanan saya.)

Mari kita tekankan sekali lagi. Tanpa kehadiran Partai Bolshevik – bahkan, tanpa kehadiran Lenin dan Trotsky – Revolusi Oktober tidak akan pernah terjadi. Revolusi ini akan gagal dan berakhir dengan kontra-revolusi dan rezim fasis.

Dengan kata lain, kekuatan kelas buruh – yang merupakan fakta – akan tetap hanya sebagai sebuah potensi. Dan itu tidak pernah cukup. Itulah pentingnya faktor subjektif dalam sejarah.

Runtuhnya sayap tengah

Pergolakan revolusioner tersirat dalam seluruh situasi saat ini. Mereka akan terjadi, seperti malam mengikuti siang, terlepas apakah ada partai revolusioner atau tidak. Tetapi dalam perang antar kelas, seperti halnya dalam perang antar negara, memiliki jenderal yang baik adalah faktor yang menentukan. Dan di situlah letak masalahnya.

Massa berusaha mencari jalan keluar dari mimpi buruk ini. Mereka mencoba satu demi satu partai dan pemimpin, membuang satu demi satu ke dalam tong sampah sejarah. Ini menjelaskan ketidakstabilan ekstrem kehidupan politik di semua negara saat ini. Pendulum politik berayun keras ke kanan, lalu ke kiri.

Korban utama dari ketidakstabilan ini adalah sayap tengah. Ini membuat ahli strategi kapital sangat prihatin, karena politik sayap tengah mewakili semacam tumpuan yang menyeimbangkan sayap ekstrem kiri dan kanan dan menetralisirnya. Politik sayap tengah adalah medan politik yang samar-samar, di mana semua garis demarkasi begitu kabur sehingga tidak berarti apapun, di mana retorika hampa dan janji-janji samar disajikan sebagai kebenaran, atau setidaknya sebagai janji yang nantinya akan dipenuhi di hari depan yang tidak ditentukan.

Untuk waktu yang sangat lama, sayap tengah diwakili di Amerika Serikat oleh dua partai, Republik dan Demokrat, dan di Inggris oleh Partai Buruh dan Konservatif, yang kurang lebih tidak dapat dibedakan satu sama lain. Tetapi semua ini memiliki basis material.

Pada periode pasca-perang, ketika kapitalisme menikmati pertumbuhan ekonomi tanpa-preseden, partai-partai buruh dan sosial demokrat dapat memenangkan sejumlah reforma penting, seperti layanan kesehatan nasional gratis di Inggris. Periode itu telah lama berlalu dalam sejarah.

Saat ini, kelas penguasa bahkan tidak dapat mengizinkan reforma-reforma sebelumnya, apalagi memberikan reforma baru. Masa kepastian yang lama telah hilang dan dengan itu hilang lupa masa kestabilan. Di mana-mana ada gejolak dan krisis. Krisis kapitalisme adalah krisis reformisme.

Peran Kaum “Reformis Kiri”

Krisis reformisme dan runtuhnya Stalinisme berarti ada kekosongan di gerakan kiri. Dan karena alam membenci kekosongan, itu harus diisi. Karena kecenderungan Marxis tidak memiliki kekuatan untuk mengisinya, kekosongan itu akan diisi oleh kaum reformis kiri.

Untuk alasan historis yang tidak akan kita bahas di sini, kekuatan Marxisme telah terlempar jauh ke belakang. Mengingat lemahnya faktor subyektif, tidak dapat dihindari bahwa ketika massa terbangun ke dalam kehidupan politik, mereka akan berpaling ke organisasi massa yang ada dan para pemimpin yang dikenal baik, terutama yang memiliki kredensial ‘kiri’.

Oleh karena itu, dalam periode hari ini kita akan saksikan kebangkitan tendensi reformis kiri dan bahkan tendensi sentris [sentrisme di sini berarti tendensi yang berayun-ayun antara revolusi dan reformisme]. Tapi ini juga akan diuji oleh massa, dan dalam banyak kasus, hanya akan memiliki karakter yang fana.

Memahami fakta ini, kaum Marxis harus memiliki sikap yang fleksibel terhadap kaum reformis kiri, memberi mereka dukungan sejauh mereka siap untuk melawan kaum reformis kanan, tetapi selalu mengkritik mereka ketika mereka bimbang, membuat konsesi yang tidak dapat diterima, dan mundur di hadapan tekanan opini publik borjuis dan pengkhianat sayap-kanan.

Hasrat untuk mengubah masyarakat secara fundamental tidak dapat dibatasi pada pemahaman yang jelas tentang program dan perspektif. Ini juga melibatkan unsur kebulatan tekad, atau tekad untuk berkuasa: yaitu, tekad sadar untuk menang, menaklukkan, menyingkirkan semua rintangan dan mengubah masyarakat.

Ini, pada gilirannya, harus didasarkan pada visi masa depan dan keyakinan penuh pada kemampuan kelas buruh untuk mengubah masyarakat. Tetapi kaum reformis kiri tidak memiliki keduanya. Oleh karena itu, mereka terus menghindar dari tujuan utama.

Mereka bimbang, menunda-nunda, mencari kompromi. Dalam kata lain, mereka sudah menyerah, karena usaha mencari kompromi di mana sudah tidak mungkin lagi ada kompromi, usaha membangun jembatan antara kepentingan-kepentingan kelas yang tak terdamaikan, adalah mustahil. Keraguan, ambiguitas, dan kebimbangan adalah esensi batin kaum reformis kiri. Kekalahan sudah terpatri dalam jiwa dan psikologi mereka.

Wajar saja, mereka tidak bisa mengakui ini, bahkan pada diri mereka sendiri. Sebaliknya, mereka meyakinkan diri mereka sendiri bahwa jalan mereka adalah satu-satunya jalan yang benar dan bahwa jalan lain mana pun pasti akan mengarah pada bencana. Mereka menemukan seribu satu alasan untuk menipu diri mereka sendiri dan, karena begitu yakin pada diri sendiri ini membuat mereka lebih siap untuk menipu orang lain.

Dalam banyak kasus, kaum reformis kiri adalah orang-orang yang jujur. Oh ya, mereka benar-benar yakin akan nilai keadilan dari argumen mereka. Dan seorang reformis kiri yang tulus dapat melakukan lebih banyak kerusakan daripada yang tidak tulus. Pengkhianatan mereka tidak disengaja atau dilakukan secara tidak sadar. Massa memberi semua kepercayaan mereka pada mereka dan karena itu akan lebih pasti digiring ke kekalahan.

Martov tidak diragukan lagi adalah seorang yang sangat jujur dan tulus, dan juga sangat cakap dan cerdas. Namun ia memainkan peran yang sangat negatif selama Revolusi Rusia.

Kasus Yunani

Selama periode badai tahun 1930-an, organisasi massa sosial demokrasi berada dalam keadaan bergejolak. Krisis ekonomi yang menyusul Keruntuhan Wall Street 1929, pengangguran massal yang diakibatkannya, dan kebangkitan fasisme di Eropa, menghasilkan fenomena yang dikenal kaum Marxis sebagai ‘sentrisme’, yang, menurut Trotsky, adalah “ungkapan umum bagi beragam tendensi dan pengelompokan yang berada di antara reformisme dan Marxisme”.

Namun, di masa sekarang, gerakan revolusioner dalam masyarakat secara umum belum terefleksikan dalam partai-partai sosial demokrasi seperti yang terjadi pada tahun 1930-an. Gerakan seperti Podemos di Spanyol, SYRIZA di Yunani dan, pada tingkatan yang jauh lebih rendah, gerakan yang menyokong Mélenchon di Prancis, sebagian mencerminkan ketidakpuasan yang berkembang. Tetapi mereka semua memiliki posisi politik yang sangat kacau, dan tidak sebanding dengan arus sentrisme tahun 1930-an.

Dalam kasus Yunani, di bawah kondisi krisis sosial yang ekstrem, SYRIZA, sebuah partai kiri kecil yang lahir dari perpecahan sayap kanan Partai Komunis Stalinis (KKE), tumbuh pesat dan merebut suara dari partai massa reformis tradisional PASOK yang terdiskreditkan di mata massa. SYRIZA terdorong ke tampuk kekuasaan pada Januari 2015 dengan kemenangan telak atas partai borjuasi sayap kanan New Democracy.

Setelah krisis 2008, Yunani tertatih-tatih di ambang kebangkrutan. Yunani adalah salah satu negara yang paling parah didera oleh krisis utang Eropa. Uni Eropa, IMF dan Bank Sentral Eropa menawarkan untuk menyelamatkan Yunani, tetapi dengan syarat pemerintah harus menerapkan kebijakan penghematan yang brutal. Ini membangkitkan gerakan massa yang masif menentang penghematan. Berbeda dengan pemerintahan New Democracy dan PASOK, SYRIZA berjanji akan mengakhiri penghematan. Tetapi di atas dasar krisis kapitalisme, itu tidak mungkin.

Kaum kapitalis Eropa melihat ini sebagai ancaman. Mereka harus menghancurkan SYRIZA, sebagai peringatan bagi yang lainnya, seperti Podemos di Spanyol, yang mungkin tergoda untuk mengikuti teladannya. Mereka bertekad untuk melemahkan dan menghancurkan pemerintah SYRIZA dengan segala cara. Di bawah kondisi-kondisi ini adalah langkah yang tepat untuk menggelar referendum, untuk memobilisasi massa di belakang pemerintah dan menentang penghematan.

Syarat-syarat bailout yang ditawarkan oleh para pemimpin UE ditolak secara tegas dalam referendum 5 Juli 2015, ketika 61 persen memilih “TIDAK”. Dengan kemenangan besar ini, siapa yang berani meragukan semangat juang kelas buruh Yunani? Bukan hanya kaum buruh, tetapi setiap lapisan penduduk dikerahkan untuk berjuang. Setiap lapisan, kecuali yang seharusnya memberi kepemimpinan.

Jika Tsipras adalah seorang Marxis, dia bisa menggunakan gerakan itu untuk mengubah masyarakat, dengan menyerukan kaum buruh untuk menduduki bank-bank dan pabrik-pabrik. Rakyat Yunani akan siap menerima kesulitan, sebagaimana kaum buruh Rusia siap menerimanya setelah revolusi 1917.

Sebuah kebijakan revolusioner, yang didukung oleh seruan internasionalis, akan memiliki efek yang menggetarkan bagi buruh di seluruh Eropa dan dunia. Massa di Spanyol, Italia, Prancis dan di tempat lain akan dengan antusias menanggapi seruan solidaritas internasional dari rakyat pekerja Yunani. Demonstrasi dan pemogokan akan menyusul dan memaksa para bankir dan kapitalis ke dalam posisi defensif dan membuka pintu bagi peluang revolusioner di mana-mana.

Kita dihadapkan langsung dengan dua pilihan: entah berjuang sampai akhir atau menderita kekalahan yang memalukan. Tetapi kaum reformis kiri tidak pernah berjuang sampai akhir. Mereka selalu mencari jalan yang paling nyaman dan berusaha untuk berkompromi dengan kelas penguasa. Para perunding SYRIZA mencoba bermain-main dengan kata-kata, plintat-plintut, dan menawarkan solusi-solusi parsial yang tidak menyelesaikan apa pun. Tetapi kelas penguasa tidak tertarik untuk berkompromi.

Pada akhirnya, kaum borjuasi Eropa menjawab gertakan mereka. Dihadapkan dengan pilihan melawan atau menyerah, Tsipras memilih menyerah. Dia menerima syarat-syarat yang jauh lebih berat daripada yang telah ditolak secara tegas oleh rakyat Yunani dalam referendum. Setelah pengkhianatan ini, Tsipras dan timnya dengan patuh menerima perintah Brussel dan Berlin. Gelombang kemarahan disusul oleh kekecewaan dan keputusasaan.

Begitulah konsekuensi tak terelakkan dari kebingungan kaum reformis kiri.

Podemos

Di Spanyol, Podemos, seperti SYRIZA, menjadi kekuatan massa dalam waktu singkat, yang mencerminkan hasrat membara massa untuk perubahan. Massa tengah berusaha pecah dengan masa lalu.

Para pemimpin utama Podemos dipengaruhi oleh Revolusi Bolivarian di Venezuela. Tetapi mereka sama sekali tidak mampu menyerap pelajaran utama dari Revolusi Venezuela, bahwa kita harus memobilisasi massa dengan program revolusioner yang berani.

Sebaliknya, mereka hanya meniru sisi terlemah dari Gerakan Bolivarian: kurangnya kejelasan teoretis, programnya yang ambigu, dan penolakannya untuk menuntaskan revolusi sampai garis akhir. Singkatnya, mereka meniru fitur-fitur negatif yang akhirnya menyebabkan kehancuran Revolusi Venezuela.

Harapan jutaan orang dibangkitkan oleh Podemos. Berkat retorika yang terdengar radikal dari pemimpinnya Pablo Iglesias, Podemos berubah dari organisasi yang tidak dikenal menjadi yang pertama dalam jajak pendapat. Tetapi semakin dekat mereka berkuasa, semakin Pablo Iglesias dan para pemimpin Podemos lainnya melunakkan program mereka.

Alih-alih berjuang untuk mengalahkan partai sosial-demokrat PSOE dari sisi kiri, mereka puas menerima jabatan menteri sebagai mitra junior dalam pemerintahan koalisi dengan PSOE. Alih-alih pecah secara radikal dari kapitalisme, mereka berpartisipasi dalam pemerintahan yang tugas utamanya adalah mengelola krisis kapitalisme Spanyol.

Sebagai imbalan untuk beberapa posisi menteri, Unidas Podemos (UP), namanya hari ini, telah ikut bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah yang mengirim polisi anti huru hara untuk merepresi buruh metal yang mogok di Cadiz dan sekarang mengelola dana talangan Eropa, yang datang dengan syarat kebijakan penghematan.

Akibatnya, dukungan untuk UP merosot. Partai ini terus-menerus mengalami krisis dan kehilangan sebagian besar basis aktifnya. Sekarang UP hanyalah cangkang dari apa yang mereka janjikan awalnya. Potensi revolusioner telah disia-siakan, yang mengarah pada demoralisasi yang meluas di antara kaum buruh dan pemuda yang paling maju. Inilah hasil logis dari reformisme kiri.

Pelajaran dari Corbyn

Keberhasilan paling luar biasa dari reformisme kiri adalah terpilihnya Jeremy Corbyn sebagai pemimpin Partai Buruh. Poin utama di sini adalah bahwa Corbyn menjadi saluran ketidakpuasan massa terhadap status quo yang sudah lama mengumpul di bawah permukaan. Dia menang dengan menentukan, dengan hampir 60 persen suara dalam pemilihan kepemimpinan. Tiba-tiba dam jebol dan ratusan ribu anggota baru bergabung ke Partai Buruh untuk mendukungnya. Mereka siap bersedia melawan sayap kanan dalam Partai Buruh.

Kelas penguasa ketakutan. Ada kondisi objektif untuk mengubah Partai Buruh dari atas hingga bawah. Rencana untuk memperkenalkan pemilihan ulang wajib anggota parlemen Partai Buruh, recall bagi anggota parlemen yang tidak mematuhi program partai, dan langkah untuk memperkuat anggota akar-rumput, semua ini sedang dipertimbangkan. Sayap kanan merasa putus asa. Beberapa anggota parlemen Blairite meninggalkan partai.

Namun, kaum reformis kanan mendapat dukungan dari kelas penguasa dan media massa, yang mengorganisir kampanye keji melawan Corbyn dengan maksud memaksanya mundur. Hasilnya adalah pecahnya perang saudara di dalam Partai Buruh. Tapi itu memiliki karakter yang sangat sepihak.

Dalam situasi seperti ini perpecahan di Partai Buruh tampaknya tak terelakkan. Kaum Blairite jelas sedang mempersiapkannya. Para ahli strategi kapital telah menarik kesimpulan logis. Namun pada akhirnya, semuanya tidak mengarah ke mana-mana. Kaum Corbynista dikalahkan secara telak oleh sayap kanan. Mengapa? Bagaimana mungkin, ketika Corbyn menikmati dukungan luas di antara akar rumput Partai Buruh? Jawabannya terletak pada sifat reformisme kiri.

Peran paling buruk dimainkan oleh gerakan Momentum pro-Corbyn. Gerakan ini seharusnya bisa menjadi titik fokus bagi ribuan aktivis. Rapat-rapat besar Momentum digelar di banyak tempat, yang menyaksikan mood kegeraman dan radikal.

Tetapi kaum kanan menunjukkan kebulatan tekad mereka, sementara ini absen di kaum kiri. Para pemimpin Momentum lebih takut pada anggota akar rumput daripada sayap kanan. Di setiap langkah mereka mengerem dan menyabotase kampanye untuk me-recall anggota parlemen Partai Buruh sayap kanan, yang dituntut secara konsisten oleh kaum Marxis sejak awal dan mendapat dukungan luas di antara akar rumput. Sebagai akibatnya, anggota akar-rumput partai berjuang melawan kaum kanan dengan kedua tangannya terikat di belakang.

Tetapi peran fatal dimainkan oleh Corbyn sendiri. Kaum reformis kiri, dimulai dengan Corbyn sendiri, tidak siap untuk meluncurkan perjuangan serius melawan sayap kanan Fraksi Parlemen Partai Buruh. Para pemimpin Momentum membenarkan pengkhianatan mereka dengan mengatakan: “Kami menunda recall karena ini permintaan Jeremy pada anggota.”

Alasannya adalah “kita mendambakan persatuan”. Mereka takut pecah dengan sayap kanan. Tapi itu mutlak diperlukan jika kita ingin menyelamatkan pencapaian kaum kiri. Dan itulah yang terjadi.

Kaum Kanan tahu persis di mana mereka berdiri. Mereka menerapkan kebijakan yang agresif terhadap kiri, dan terhadap kaum Marxis khususnya, dan siap untuk bertempur sampai titik darah penghabisan, terlepas dari konsekuensi apa pun.

Yang jelas, ketika kaum Kanan melakukan ofensif, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda kebimbangan seperti kaum Kiri. Mereka menyerang dengan ganas, dan memanfaatkan semua kekuatan media borjuis untuk memfitnah dan mendiskreditkan Corbyn. Pada akhirnya, mereka secara efektif memecat Corbyn, bersama dengan sejumlah besar kaum Kiri.

Tidak heran, tendensi Marxis adalah target utama mereka. Socialist Appeal (seksi Inggris IMT) dilarang. Tetapi Socialist Appeal mengorganisir serangan balik yang sangat efektif, yang mendapat banyak dukungan. Sebaliknya, kaum reformis kiri berperilaku seperti pengecut, menolak untuk melawan perburuan penyihir yang diluncurkan oleh Starmer [Pemimpin sayap kanan], yang mampu dia lakukan sampai selesai.

Krisis di Inggris

Gerakan Corbyn, yang dimulai dengan begitu banyak janji, berakhir dengan kekalahan yang memalukan. Ribuan orang telah meninggalkan Partai dengan jijik dan sayap kiri benar-benar hancur. Ilusi besar yang dibangkitkan oleh Corbyn telah digantikan dengan skeptisisme yang mendalam di Partai Buruh.

Dengan hancurnya sayap kiri, situasi saat ini bergerak ke arah yang sama sekali berbeda. Namun, ini bukan akhir dari semuanya. Karena situasi objektif dan subjektif, sekarang semakin jelas bahwa Inggris adalah salah satu elemen kunci dalam krisis kapitalisme Eropa – jika bukan elemen kunci. Dari menjadi negeri paling stabil di Eropa hanya beberapa tahun yang lalu, Inggris sekarang mungkin yang paling tidak stabil. Ia sekarang adalah salah satu mata rantai terlemah dalam rantai kapitalisme Eropa.

Setelah dikalahkan di medan politik, kaum buruh kini beralih ke front industri. Ada awal radikalisasi di serikat-serikat buruh. Krisis yang meliputi pemerintahan Boris Johnson pasti akan mengarah ke kejatuhannya.

Pendulum pasti akan berayun kembali ke kiri di masa depan, terutama jika Partai Buruh di bawah kepemimpinan Keir Starmer dan kaum Blairites berkuasa di bawah kondisi krisis sosial dan ekonomi yang mendalam. Itu akan mengungkap semua kontradiksi internal di Partai Buruh, yang untuk sementara telah tenggelam, tetapi dapat muncul kembali dengan kekuatan berlipat di masa depan.

Ini akan membuka peluang besar bagi International Marxist Tendency. Semua tergantung pada kemampuan kita untuk tumbuh. Walaupun kita masih belum begitu besar, seksi IMT Inggris memiliki basis kader yang berpengalaman, telah membangun basis yang kuat di kalangan pemuda, sebuah organisasi nasional dan sebuah koran yang dikenal baik di gerakan buruh.

Bagaimanapun, kekuatan kita jauh lebih kuat daripada yang dimiliki Trotsky di Inggris pada 1930-an dan memiliki level politik yang jauh lebih tinggi. Dengan taktik yang tepat, kemungkinan untuk tumbuh cukup luar biasa.

Perubahan Mood

Krisis saat ini – yang bersifat internasional – secara kualitatif berbeda dengan krisis masa lalu. Dalam dua tahun terakhir, jutaan rakyat jelata perlahan tapi pasti telah menarik kesimpulan. Di mana-mana, di bawah permukaan yang tampaknya tenang, ada ketidakpuasan yang sangat besar. Massa diliputi oleh kemarahan, kegeraman, rasa ketidakadilan yang membara, dan di atas segalanya, perasaan frustrasi yang tak tertanggungkan.

Mereka tidak banyak bicara, tetapi menggerutu pelan bahwa keadaan hari ini sudah tidak dapat ditolerir. Semakin banyak orang percaya bahwa ada sesuatu yang salah dengan masyarakat hari ini. Dalam jangka menengah, mereka belum siap untuk mengambil tindakan langsung melawan tatanan yang ada.

Cepat atau lambat, dengan atau tanpa kepemimpinan yang diperlukan, mereka akan bertindak untuk merebut nasib mereka sendiri ke tangan mereka. Kita telah saksikan banyak contoh tentang ini. Dalam beberapa tahun terakhir kita telah saksikan gerakan revolusioner atau pra-revolusioner yang kuat di Chili, Sudan, Myanmar, Lebanon, Hong Kong dan banyak lagi.

Tambahan terbaru dalam daftar panjang gerakan massa ini adalah pemberontakan rakyat di Kazakhstan pada awal tahun ini, yang dimulai dengan protes buruh minyak atas kenaikan harga bahan bakar. Itu adalah peringatan. Tekanan yang sama yang menyebabkan pemberontakan itu juga ada di banyak negeri lain.

Kelas penguasa sadar akan bahaya ini dan para ahli strategi kapital memberikan prediksi suram untuk tahun mendatang. Untuk sementara, gerakan buruh terhambat oleh virus korona. Tapi sekarang ada indikasi kebangkitan perjuangan kelas. Melonjaknya harga dan anjloknya standar hidup telah memicu peningkatan gerakan mogok.

Seruan demagogi untuk persatuan nasional disambut dengan skeptisisme oleh rakyat yang menyaksikan sinisme, keserakahan, dan keegoisan kelas penguasa selama pandemi. Mood kekecewaan dan kemarahan yang terus menumpuk sekarang muncul ke permukaan. Dukungan pada status quo dan pemerintah serta politisi yang kini berkuasa tengah menurun dengan cepat. Tetapi semua ini tidak secara otomatis mengarah pada revolusi sosialis yang sukses.

Trotsky pernah mengomentari Revolusi Spanyol, bahwa kaum buruh Spanyol bisa saja mengambil alih kekuasaan, tidak hanya sekali tetapi 10 kali. Tetapi dia juga menjelaskan bahwa, tanpa kepemimpinan yang memadai, bahkan pemogokan yang paling radikal pun tidak menyelesaikan apa pun.

Periode revolusi dan kontra-revolusi yang berkepanjangan

Ada banyak persamaan antara tahun 1920-30an dan situasi hari ini. Tetapi ada juga perbedaan penting. Sebelum Perang Dunia Kedua, situasi pra-revolusioner tidak dapat bertahan lama, dan akan segera diselesaikan dengan gerakan entah ke arah revolusi atau kontra-revolusi (fasisme).

Tapi tidak demikian hari ini. Di satu sisi, kelas penguasa tidak memiliki basis massa reaksioner [kelas borjuis kecil] seperti di masa lalu. Di sisi lain, degenerasi organisasi buruh yang sebegitu parahnya telah menjadi penghalang besar yang mencegah proletariat mengambil alih kekuasaan. Oleh karena itu, krisis hari ini akan berkepanjangan. Dengan pasang naik dan surut, situasi ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun, dan mustahil bisa mengetahui untuk berapa lama tepatnya

Ketika kita mengatakan krisis ini akan berkepanjangan, ini sama sekali tidak berarti kita akan memasuki periode yang damai dan tenteram. Justru sebaliknya! Kita telah memasuki masa paling bergejolak dalam sejarah modern. Krisis akan mempengaruhi satu demi satu negeri. Kelas buruh akan memiliki banyak kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan.

Perubahan mendadak dan tajam adalah implisit dalam situasi hari ini, yang dapat berubah dalam waktu 24 jam. Dan kita harus jujur mengakui, ada bahaya kita dapat jatuh ke dalam rutinitas, dan secara pasif menggunakan metode lama yang sama dan gagal memanfaatkan peluang baru yang ada di hadapan kita.

Selama periode penuh gejolak seperti ini, kaum Marxis harus menunjukkan level energi, tekad, dan fleksibilitas taktik yang tertinggi, dan dengan berani menjangkau lapisan-lapisan yang tengah bergerak ke arah revolusioner.

Situasi hari ini dapat berlangsung selama beberapa tahun tanpa menghasilkan resolusi yang menentukan. Namun keterlambatan ini bukanlah hal yang buruk. Sebaliknya, itu sangat menguntungkan bagi kita, karena ini memberi kita waktu – walaupun bukan untuk selama-lamanya! – untuk membangun dan memperkuat organisasi kita; untuk merekrut lapisan buruh dan muda yang terbaik, untuk mendidik dan melatih mereka.

Di mana-mana, semua orang menyaksikan pemerintahan dalam krisis dan mood rakyat yang semakin kritis terhadap status quo dan semua institusinya. Terutama kaum muda, yang paling terbuka pada ide-ide revolusioner yang paling maju.

Proses pembelajaran yang hebat telah dimulai. Ini mungkin tampak berjalan lambat. Tetapi sejarah bergerak menurut hukumnya sendiri dan dengan kecepatannya sendiri, yang ditentukan oleh banyak faktor, dan tidak selalu mudah untuk ditentukan sebelumnya.

Kami telah menerima banyak laporan kemunculan gerakan komunisme di kalangan pemuda. Bahkan di negara-negara bagian AS daerah selatan yang paling, ada lapisan besar kaum muda radikal yang mulai menganggap diri mereka komunis.

Ini bukan fenomena yang terisolasi. Ini adalah gejala kunci yang mengungkapkan sesuatu yang sangat penting sedang berubah dalam masyarakat dan kaum Marxis harus menemukan cara untuk memanfaatkannya.

Bangun IMT!

Kita harus menghadapi fakta: faktor subjektif telah terlempar jauh ke belakang oleh serangkaian faktor objektif, yang tidak perlu kita jelaskan di sini. Faktor subjektif ini kini ada dalam bentuk yang terorganisir dalam International Marxist Tendency, setidaknya dalam bentuk embrio.

Tetapi embrio masih merupakan potensi abstrak. Untuk memenuhi tujuan kita, dan menjadi kekuatan nyata dalam perjuangan kelas, kita harus maju melampaui tahapan embrio ini.

IMT telah meraih pencapaian-pencapaian yang impresif. Di banyak negeri, kita telah tumbuh, sementara kelompok-kelompok kiri lainnya, yang telah lama meninggalkan Marxisme, berada dalam krisis, pecah dan runtuh di mana-mana.

Pencapaian kita dimungkinkan oleh sikap kepala batu kita pada teori dan konsentrasi kita pada kaum muda. Seperti yang dikatakan Lenin: dia yang memiliki kaum muda memiliki masa depan. Namun kita harus mengakui bahwa kita belum siap menghadapi tantangan besar yang akan kita hadapi nantinya.

Supaya sebuah organisasi revolusioner dapat mengambil keuntungan penuh dari situasi revolusioner atau pra-revolusioner, perlu setidaknya memiliki kader-kader yang berpengalaman dan organisasi yang layak.

Sebuah organisasi revolusioner yang bercita-cita memainkan peran utama perlu mencapai ukuran tertentu agar bisa diperhatikan oleh kelas buruh. Hal-hal seperti itu tidak dapat diimprovisasi atau dibangun dengan mudah di saat gerakan besar berkecamuk.

Dalam analisis terakhir, semuanya tergantung pada pertumbuhan kita. Dan ini akan memakan waktu. Trotsky menulis pada November 1931: “Dalam situasi dunia sekarang ini, waktu adalah bahan mentah yang paling berharga.” Dan kata-kata ini lebih benar hari ini daripada pada periode lain mana pun dalam sejarah.

Kita harus melanjutkan kerja kita dengan urgensi. Karena jika kekuatan kita tidak cukup untuk menghadapi tantangan di tahun-tahun mendatang, maka peluang-peluang penting akan hilang. Kita harus siap! Kita harus mengusung slogan tokoh revolusioner besar Prancis Danton:

“De l'audace, encore de l'audace, et toujours de l'audace!”

Berani, lebih berani, dan selalu berani!

London, 1 Maret 2022